Warta

Menuju Penyatuan Langkah Muslim Swiss

Rab, 3 November 2010 | 21:20 WIB

Bern, NU Online
Sebuah kenyataan menggugah kesadaran Muslim di Swiss. Mereka mulai berpikir untuk menyatukan langkah. Hal itu menyusul daya kejut yang mereka rasakan pascareferen dum pelarangan pembangunan menara masjid setahun lalu. Referendum diinisiasi kelompok sayap kanan. Kesadaran itu diawali dengan pertemuan 20 organisasi Muslim.

Ada curah gagasan mengenai kemung kinan terbentuknya sebuah organisasi payung dalam pertemuan di Bern, akhir pekan lalu itu. Maksudnya, lahir organisasi besar yang menjadi induk bagi organisasi-organisasi Islam yang ada. Lahir pula simpati pada komunitas Muslim ini.

<>

Sebab, organisasi antirasisme dan Organisation for Security and Cooperation and Europe (OSCE) turut membantu mewujudkan impian itu. Harus diakui pertemuan tersebut baru sebuah awal. Perlu tindak lanjut dan keseriusan.

“Pertemuan itu baru permulaan,” kata Doris Angst, direktur eksekutif Federal Commission Against Racism, seperti dikutip Middle East Online, beberapa waktu lalu. Angst dan lembaganya memang menjadi salah satu pihak yang mendorong pembentukan organisasi payung bagi organisasi Muslim.

Ia menilai, ada tantangan yang mesti terlebih dahulu dituntaskan. Ini terkait dengan keberagaman etnik dan bahasa serta latar belakang budaya Muslim yang ada di setiap organisasi. Di sisi lain, muncul pula semacam persaingan di antara lembaga yang sudah ada dan menjadi induk sejumlah organisasi Muslim lainnya.

Kini, ada sebanyak 400 ribu Muslim dari jumlah populasi warga Swiss yang mencapai 7,6 juta jiwa. Muslim di Swiss sebagian besar dari Balkan, Turki, Afrika, dan Timur Tengah. Organisasi Muslim dari Inggris, Belgia, dan Jerman diundang dalam pertemuan itu untuk menyampaikan pengalaman mereka.

Pada kesempatan itu, Angst menjelaskan tentang kondisi politik yang terjadi di Inggris juga latar belakang etnik Muslim yang ada di Jerman. Ia mengungkapkan, Islam diakui sebagai sebuah agama di Belgia. "Komunitas Muslim di sana mendapatkan dukungan keuangan dari pemerintah, yang mungkin hanya mimpi itu terjadi di Swiss."

Jens Eschenbaecher dari OSCE mengungkapkan, ada hal lain yang butuh kesamaan pandang. Misalnya, sejauh mana nantinya Muslim sekuler terwakili dalam organisasi yang dibentuk itu. Ia menambahkan, referendum pada tahun lalu dirasakan oleh Muslim sebagai ukuran kian tumbuhnya diskriminasi terhadap mereka.

"Muslim tak merasa diterima sebagai sebuah komunitas agama," ujar Farhad Afshar, presiden Coordination of Islamic Organisations in Switzerland. Menurut dia, sejumlah masalah menyangkut umat Islam diupayakan dibicarakan bersama pemerintah. Misalnya, pelarangan menara tak berpengaruh pada hak Muslim membangun masjid.

Beberapa waktu lalu, ia pun mengeluh. Umat Islam sering dikritik selalu menyendiri dan tak mau bergaul. Namun, saat komunitas Muslim ingin membangun pusat kegiatan Islam atau masjid banyak warga yang menentangnya. "Padahal, masjid membuat kegiatan kami terlihat oleh publik," ujarnya. (syf)