Mengenang Muktamar Bahasa Jawa
NU Online · Rabu, 24 Maret 2010 | 23:24 WIB
Nahdlatul Ulama (1926) lahir jauh sebelum bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekannya (1945). Bahkan lebih awal daripada Sumpah Pemuda (1928) dikumandangkan. Tentu saja NU pernah zaman mengalami ketika bahasa Indonesia belum resmi digunakan.
Namun karena, NU merupakan salah satu unsur pembentuk bangsa dan serta memiliki peran penting dalam kelahiran Bansa Indonesia, maka ketika Sumpah Pemuda dicetuskan, NU pun langsung memakainya secara resmi. Setidaknya pada acara Muktamar.<>
“Pencerminan kebangsaan NU telah tercermin dari Muktamar pada tahun 1928, yang kali pertama dihadiri para ulama dari luar jawa dan menggunakan bahasa Indonesia. “Kalau dulu-dulu, Muktamar menggunakan Bahasa Jawa,” kenang sesepuh NU KH Maemun Zubeir dalam konferensi pers di lokasi Muktamar, Rabu (24/3) senja.
Lebih lanjut Kiai Maemun menyatakan, muktamar kali ini adalah masa peralihan yang baru. Terbukti tidak hanya kalangan pesantren yang berkecimpung tapi diluar pesantren turut terlibat. “Tapi jiwanya, harus dahulu, tetap berjiwa santri,” jelasnya.
Ketika ditanya mengenai kesanggupannya jika dipilih sebagai Rois Am oleh Muktamirin? Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Lasem, Rembang ini menjawab entang sembari tertawa, “Kalau dimaui Muktamirin, boleh saja.”
Dan ketika ditanya masalah kandidat tanfidziyah yang didukungnya, Kiai maemun menjawab diplomatis. Menurutnya, meski ulama dahulu dan sekarang lain, namun yang lebih baik adalah ulama yang tidak senang menonjolkan diri. Karena pamer bukanlah sifat ulama.
Ketika didesak untuk menyebutkan nama, kandidat yang didukungnya, Kiai Maemun hanya tersenyum lebar. “Ya…. Yang pasti yang ada yang ada digambar-gambar itu,” pungkasnya. (Was)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
4
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
5
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
6
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
Terkini
Lihat Semua