Warta DISKUSI KAMISAN (1)

Membangun NU dari Bawah

NU Online  ·  Jumat, 8 Oktober 2010 | 04:32 WIB

Jakarta, NU Online
NU dilahirkan pada tahun 1926, yang berarti sekarang sudah berusia 84 tahun, dideklarasikan di Surabaya, dan dengan cepat menyebar ke seluruh Indonesia melalui jaringan pesantren.

Dengan jumlah pengikut lebih dari 50 juta jiwa, semua ini diperoleh melalui perjuangan para kiai dan ulama dalam mengayomi masyarakat sehingga menjadikan NU sebagai organisasi massa Islam terbesar di dunia.<>

Perubahan zaman telah menimbulkan kesempatan dan tantangan baru, bagaimana format dakwah yang dilakukan harus terus disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Mensikapi hal ini, NU Online mengundang Ketua PBNU KH Abas Muin dan Ketua Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) KH Abdul Manan dalam diskusi Kamisan (7/10) di kantor redaksi NU Online. Diskusi dimoderatori oleh Hamzah Sahal.

Kiai Abdul Manan mengawali diskusi dengan mengutip sebuah ayat Alqur’an yang menjelaskan Allah menciptakan manusia sebagai pemimpin di muka bumi, ada sebagian yang menjadi elit diantara para rakyat biasa. Para pengurus NU ditunjuk untuk bisa berkarya. Kalau di NU siapa yang diurusi, ya ummatnya, berarti harus membangun dari bawah,” katanya.

Lahan garapan NU sejauh ini sudah sangat jelas, para ustadz pesantren, guru madrasah, pemberdayaan masjid dan lainnya. Soal siapa mengurus siapa sebenarnya sudah sangat jelas dalam pemilihan strukturnya, pengurus ranting dipilih oleh warga, MWC dipilih ranting, pengurus cabang di pilih oleh PWC dan seterusnya. Semuanya harus mengurus sesuai dengan konteks dan sumberdaya yang dimiliki.

Program yang harus dibangun, denyutnya orang mesjid, kalau berharap dari mesjid, bagaimana kita mengimplemtasikan ini, mulai dari soal keagamaan, pendidikan sampai dengan persoalan ekonomi.

Salam doa yang selalu dibaca oleh orang NU seusia sholat, selalu ada kata-kata warahmatan indal maut atau tetap memperolah rahmat setelah kematian. Ia memaknainya NU juga harus mampu memberi pelayanan yang prima kepada mayyit seperti menyediakan ambulan, mengirimkan doa kepada mayyit dan lainnya.

Jika para pengurus gagal dalam melaksanakan tugasnya, ia akan dimintai pertanggungjawaban dalam muktamar dan dihadapan Allah jika meninggal nantinya.

Ia yakin jika NU mampu mengelola dan memberdayakan ummatnya melalui masjid, kebesaran NU akan semakin nampak dan semakin dihargai orang. Sayangnya, banyak fihak masih melihat pemberdayaan NU melalui pesantren saja, sementara sisi pemberdayaan melalui masjid yang merupakan sisi lain dari kaki NU, yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kurang memperolah perhatian.

KH Abdul Manan menjelaskan dari sejumlah program yang disusun LTMNU secara selalu merujuk kepada kebutuhan warga NU dan masyarakat dengan membangun sinergi bersama lembaga NU lainnya yang terkait.

Salah satu program yang sudah berjalan diantaranya adalah menyediaan posko mudik lebaran dengan berbasis masjid di 20 PCNU dari Anyer sampai Panarukan. Selain melayani pemudik yang tentu merupakan warga NU, juga sekaligus menjalin komunikasi lembaga NU di tingkat pusat dengan cabang NU, yang akhirnya juga membuat PCNU meningkatkan komunikasinya dengan MWC NU dan Ranting NU tempat posko berada. Semuanya berjalan dengan baik dan terbukti memberi apresiasi positif.

Saat ini, yang telah berjalan adalah menyediakan jadual sholat abadi sebanyak 1000 buah yang akan disebar ke masjid-masjid di tingkat MWC NU yang nantinya menjadi pusat kegiatan lailatul ijtima. Selain meningkatkan komunikasi dengan cabang, yang nantinya merekomendasikan MWC mana saja yang layak diberi, ini meningkatkan ghirah untuk memakmurkan masjid dengan kegiatan-kegiatan keagamaan (Bersambung). (mkf)