Warta

Maulid Nabi SAW di Bawean Khas dengan Kearifan Lokal

Rab, 16 Februari 2011 | 02:02 WIB

Bawean, NU Online
Sebagaimana jamaknya di berbagai daerah, peringatan Molod atau Maulid Nabi SAW di pulau Bawean memiliki banyak keunikan yang khas sebagai bentuk kearifan lokal. Diantaranya adalah angka’an atau angkatan dan asyraqalan.

Angka’an adalah khas Bawean. Masyarakat sudah menyatu dengan tradisi unik ini. Bahkan jauh sebelum bulan Maulid tiba warga sudah menyiapkan diri. Efek positif dari angka’an sungguh banyak. Di samping menjadikan molod semakin semarak, yang lebih penting lagi adalah antusiasme anak-anak.<>

Memori seorang anak yang belum faham betul tentang faidah peringatan molod mereka sudah dikenalkan dengan kemeriahannya. Rasa cinta bulan molod jika sudah terpatri di hati anak-anak maka saat dewasa tinggal mengembangkannya. Angka’an biasanya berupa aneka makanan, minuman dan kebutuhan rumah tangga yang dikemas dengan bentuk gaya yang indah. Ada desain perahu, masjid, gerobak, kapal laut dan sebagainya.

Di setiap desa bentuk angka’an sangat beragam. Ada yang masih besar menjulang namun ada juga yang dikemas secara sederhana diganti dengan iuran uang yang cukup besar. Jadi perubahan-perubahan kemasan adalah bagian dari perjalanan kreasi masyarakat yang terus berkembang . Mereka dengan arif menyesuaikannya dengan kondisi sesuai kemufakatan bersama. 

Tradisi unik ini tetap dilestarikan. Masyarakat di luar Bawean terkagum-kagum dengan tradisi  angka’an ini. Saking uniknya bentuk dan gaya angka’an maka banyak turis dari Malaysia dan Singapura yang rela membawanya pulang ke negaranya.

Tentang ekses negatif dari angk’aan biasanya mudah dicairkan. Misalnya rasa ketidakpuasan sebagian warga yang mendapat angka’an kecil, sedangkan ia membawa angka’an yang besar. Pikiran barter ini masih dalam batas kewajaran. Panitia biasanya cukup bijaksana memberi solusinya.

Tanpa dikomando peringatan Molod di Bawean serempak di pagi hari tanggal 12 Rabiul awal. Di pagi itu bergemalah bacaan al-Barzanji, Dziba’, Burdah dan puji-pujian terhadap kanjeng Nabi, keluarga dan sahabatnya. Biasanya untuk pembukanya dipilih masjid jami’.

Setelah itu baru dilanjutkan dengan peringatan dalam skala kecil diberbagai surau. Bahkan lembaga pendidikan,  instansi pemerintah dan ormas juga ramai merayakannya. Ada juga yang tanggal pelaksanaanya sebelum atau sesudah tanggal 12 dengan berbagai pertimbangan.

Asyraqalan

Disemua kampung di pulau Bawean tradisi Asyraqalan masih terjaga. Meski ada ceramah namun pembacaan al-barzanji dan semacamnya masih mendominasi. Ini bagus karena di dalam nadzam dan nasyar al-barzanji, Dziba’ dan Burdah ada keberkahan tersendiri. Bacaan ini tidak sampai terkurangi dengan adanya ceramah agama.

Sangat indah saat puji-pujian ini diiringi dengan rebana yang ditabuh oleh para remaja. Ada nada keharuan yang tak tertahankan saat kombinasi music dan shalawat bergema. Rasa rindu dengan Kanjeng Nabi membuncah. Rasa jama’ah inilah yang tidak bisa didapatkan jika kita membaca puji-pujian itu sendiri.

Bahkan di sebagian desa , Diponggo misalnya, ada tradisi dongo dowo ( do’a panjang) yakni membaca al-Barzanji dan Dziba’ sampai selesai. Biasanya bacaan tersebut baru selesai saat Dzuhur tiba.

Sebagai masyarakat perantau, warga Bawean menjadikan Molod sebagai ajang silaturahim. Dibuatlah Molod Internasional dengan mengundang perwakilan Persatuan warga Bawean di perantauan. Pusat kegiatannya di Alon-Alon Sangkapura Bawean. Kegiatan ini sekaligus untuk menggalang gerakan lima ribu rupiah, lima ringgit dan lima dolar. Hasilnya untuk kemaslahatan warga Bawean. (Ali Asyhar, Ketua PC Lakpesdam NU bawean)