Warta

Masjid Khusus Wanita, Demi Kepentingan Dagang Belanda

NU Online  ·  Selasa, 22 Maret 2005 | 14:28 WIB

Jakarta, NU Online
Intelektual muda Nahdlatul Ulama  (NU) Ahmad Baso menilai pendirian masjid khusus wanita di Belanda yang dipelopori Nawal El Saadawi tidak bisa ditinjau dari usul fiqih. Sebab, katanya, kalau ditarik pada persoalan usul fiqih perdebatannya menjadi panjang. “Pendirian masjid yang didukung pemerintah Belanda itu, hanyalah untuk memperbaiki citra Belanda selama ini tentang Islam,” ujarnya kepada NU Online  di Jakarta Selasa, (22/3). 

Ahmad Bakso menuturkan, belum lama ini telah terjadi peristiwa   tidak mengenakkan bagi kaum muslim di Belanda. Pemerintah Belanda telah menyerbu masjid-masjid yang dicurigai memiliki jamaah yang radikal dengan khotbah-khobah yang mengobarkan permusuhan terhadap pemerintah Belanda.

<>

“Penyerbuan tersebut telah membuat citra Belanda di mata negara-negara Islam terutama Timur Tengah menjadi jelek. Nah untuk mendukung citra itu pemerintah sengaja mendukung ide Nawal El Saadawi  tersebut,” papar salah satu pendiri Kajian 164 bersama Koordinator Jaringan Islam Liberal Ulil Absor Abdala

Menurut Baso, dewasa ini Belanda mendapat “serbuan” kaum Islam radikal dengan ciri khas perempuan-perempuan bercadar.  Pemerintah Belanda dianggap bersalah karena membiarkan kehadiran aliran Islam ekstrim itu bisa berkembang. Oleh karena itu, untuk menebus “dosa” pemerintah Belanda mendukung pendirian masjid khusus permpuan yang mengundang kontroversial.

“Hal itu merupakan salah satu bentuk propaganada bahwa pemerintah Belanda tidak memushi Islam,” tambah Ahmad Baso.

Baso mengakui, persetujuan pemerintah Belanda terhadap masjid khusus perempuan lantaran untuk mengimbangi ekstrimisasi Islam. Padahal Belanda sedang mengembangkan Islam pluralis dan cenderung liberal. “Apalagi tokohnya adalah Nawal El Saadawi, kepentingannya mudah dibaca,” katanya lagi.

Kepentingan lain? Baso menyebut Belanda ingin memiliki citra yang baik di mata negara-negara Islam. Sebab, Belanda memiliki hubungan dagang yang cukup besar dengan negara Islam terutama negara-negara Timur Tengah. “Nah kalau citra Belanda tidak baik di mata negara Islam, hubungan dagangnya bakal tergangu. Jadi hal itu, cuma dihitung dangan untung rugi,” tuturnya.

Sementara Ketua PBNU Masdar Farid Masudi mengatakan, salah besar jika tujuan pendirian masjid khusus wanita tersebut bertujuan  untuk mengimbangi atau melawan gerakan ekrimisme Islam di Belanda. Menurut Masdar,  upaya seperti itu justru semakin memperlebar jurang antara gerakan faham Islam liberal dengan Islam ekstrim.

“Tidak bisa tandingan-tandingan begitu. Itu malah semakin memperlihatkan gap-gap diantara faham-faham Islam. Mestinya mereka melakukan dialog-dialog yang panjang untuk menemukan jalan keluar bagi semua persoalan alirah Islam,” kata Masdar

Secara fiqih Masdar memandang tidak ada masalah dengan pendirian masjid khusus wanita.  Menurut Masdar dalam kaidah fiqih tidak ada yang menjelaskan tentang larangan kaum perempuan mendirikan masjid  yang dikhususkan bagi kaumnya sendiri.

“Yaa sah-sah saja kaum perempuan membuat masjid khusus perempuan. Tidak ada yang salah apa yang dilakukan Nawal El Saadawi. Kan yang jadi Imam. Khatib, dan ma’mum kaum perempuan sendiri,” ujar Masdar.

Menurut Masdar, kalaupun dianggap bermasalah, mungkin hanya sebatas  masalah sosial.  Sebab, apa yang dilakukan Nawal El Saadawi di luar kebiasaan sehingga tidak semua masyarakat muslim menerima gagasan liberal seperti itu. ‘Kalau dicari kaidah fiqihnya, tidak ada yang melarang,” tukasnya.

Lebih lanjut Masdar menjelaskan, Islam tidak pernah membedakan jenis kelamin dalam menjalankan ibadah. Dikatakan, perempuan atau laki-laki, selama ada kesanggupan menjadi imam melalui syarat-syarat tertentu dia sah menjadi imam. Termasuk ketika wanita  menjadi imam, mengumandakan azan dan menjadi khatib, selama itu disepakati paling mampu, Islam tidak melarang.

“Jadi saya kira salat Jumat mereka juga sah. Dan masalah itu tidak perlu dikomentari dan dibesar-besarkan. Biasa-biasa saja,”  tandasnya.

Apa sebelumnya pernah ada? Pendiri Perhimpunan Pengembangan Pesatren dan Masyarakat (P3M) ini, mengatakan belum tercatat dalam sejarah masjid didirikan khusus untuk wanita. Tetapi, katanya, hal itu tidak menjadi pokok persoalan dan ajaran Islam. “Yang paling baik adalah bagaimana ajaran-ajaran Islam yang mampu berbuat lebih banyak untuk kemaslahatan,” ungkapnya.

Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Fauzan Al Ansori menegaskan, pendirian masjid khusus perempuan menyalahi sunan dan jelas melanggar  syariah Islam. Dikatakan, orang Islam membangun masjid untuk kaum laki-laki dan permpuan. “Jadi kalau ada masjid dengan pemisahaan semecam itu saya tegaskan termasuk bid’ah,” kata Fauzan.

Ditanya hal itu bertujuan pem