Warta

LTN NU: Rekonsiliasi Nasional Harus Berpijak Pada Kebenaran

NU Online  ·  Rabu, 19 November 2008 | 04:13 WIB

Jakarta, NU Online
Rekonsiliasi nasional yang diusahakan oleh berbagai elemen bangsa ini harus berpijak pada kebenaran. Rekonsiliasi tidak bisa ditempuh dengan cara menggelapkan sejarah atau memutarbalikkan kenyataan sejarah.

Demikian dalam surat imbauan Pucuk Pimpinan Lajnah Taklif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) No.104/B/LTN-NU/XI/2008 merespon berbagai perkembangan politik, terutama terkait persoalan ketidakcermatan dalam merekonstruksi sejarah yang dijadikan acuan bagi rehabilitasi dan rekonsiliasi nasional yang berkembang saat ini.<>

”Usaha rekonsiliasi nasional yang diusahakan bangsa ini untuk menciptakan masyarakat yang rukun, damai dan bersatu patut didukung oleh semua pihak. Tetapi proses rekonsiliasi dan rehabilitasi para tokoh yang hendak diusulkan menjadi Pahlawan nasional tersebut hendaklah jangan dilakukan dengan cara menggelapkan atau memutarbalikkan kenyataan sejarah,” demikian dalam surat imbauan tersebut.

”Rekonsiliasi dan rehabilitasi terutama yang berkaitan dengan para  tokoh yang terlibat dalam pemberontakan Darul Islam (DI) dan juga pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Permesta dan termasuk pemberontakan G30-S serta peristiwa lainnya itu hendaklah dilakukan dengan sangat cermat.”

”Ketidakcermatan dan manipulasi  sejarah seperti itu akan menimbulkan kontroversi dan ketegangan politik, tetapi juga akan mencederai integritas dunia akademis," demikian dalam surat yang ditandatanganni Ketua PP LTN NU Abdul Mun’im DZ, per tanggal 17 November 2008 dan dikirimkan ke para pengurus LTN NU di berbagai daerah itu.

”Sejarah sebagai titik tolak melakukan rehabilitasi dalam upaya Rekonsiliasi Nasional hendaklah dikaji dan dipahami sesuai dengan prinsip kebenaran, agar bisa melahirkan rekonsiliasi nasional yang sejati sehingga benar-benar bisa memberikan kedamaian dan  keadilan bagi semua pihak.”

LTN NU juga mengimbau para sejarawan, khususnya yang ada di lingkungan Nahdliyin agar turut aktif dalam proses rekonstruksi sejarah nasional, yang dimulai dengan penyelamatan data dari kemusnahan dan pemusnahan, agar bisa dijadikan bahan rekonstruksi sejarah yang berpijak pada sumber yang otentik. (nam)