Krisis Kebudayaan Semakin Memburuk
NU Online · Rabu, 1 September 2010 | 08:16 WIB
Keberadaan dan peran Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi NU) semakin penting pada saat ini mengingat Indonesia mengalami krisis kebudayaan yang semakin memburuk.
“Kita bersyukur Lesbumi hidup kembali karena Lesbumi lahir dalam situasi transisional, baru mentas dari demokasi liberal yang sangat kapitalistik. Sekarang situasinya lebih buruk, Liberalisme Indonesia melebihi negara yang ada di Barat. Kita mengalami krisis kebudayaan, krisis identitas dan krisis kebangsaan,” kata Wakil Sekjen PBNU Abdul Mun’im DZ.<>
Ia menjelaskan, untuk mengatasi krisis kebudayaan ini, tak cukup dengan bermodalkan semangat individu para penggiatnya, tetapi harus bersatu dalam sebuah wadah organisasi karena yang dihadapi adalah model kapitalisme Barat yang sangat kuat.
Bukan hanya sekarang saja, seniman dan budayawan sudah bersatu pada zaman Orde Baru, bergabung dalam Lekra atau Lesbumi untuk memperjuangkan aspirasinya.
“Sekarang situasinya hampir sama sehingga perlu berorganisasi yang intensif karena berhadapan dengan kekuatan yang berprinsip “keuangan yang maha kuasa” sementara Lesbumi harus berprinsip “ketuhanan yang maha kuasa”, ini yang hilang dalam kehidupan kita,” tandasnya.
Tak heran karena segala sesuatu hanya dilihat dari aspek keuangan saja, akhirnya produk kebudayaan yang dihasilkan tidak mencerminkan nilai kebudayaan yang tinggi. Ia mencontohkan produk sinetron di TV Indonesia yang hanya menunjukkan kebodohan dan ketololan bangsa ini.
“Padahal kita memiliki kebudayaan besar, ini mestinya yang lebih dominan sehingga sinetronnya lebih edukatif, memberi hiburan pun tidak,” paparnya.
Ditambahkannya, masyarakat sudah sadar dan resah akan adanya krisis kebudayaan ini, tetapi yang sangat dibutuhkan saat ini adalah seorang pemimpin yang mampu memberikan keteladanan “Masyarakat sangat menunggu pemimpin sekelas ini, banyak pemimpin tapi tak berani mengambil risiko,” imbuhnya.
Diterangkannya, pada masa Orde Baru, lembaga kebudayaan memiliki peran strategis karena menjadi lembaga think thank dalam berbagai keputusan politik dan pengambilan kebijakan negara sehingga menjadi bagian dari infrastruktur kebudayaan Indonesia, termasuk pemberantasan korupsi.
“Kalau sekarang pemberantasan korupsi susah dilakukan mengingat dari sisi kebudayaan, kita menganut sistem kapitalistik yang mengagungkan konsumerisme sehingga menciptakan kehidupan korup Sistem yang memaksa kita korup. Contohnya, sekolah mahal dan yang difikirkan hanya dananya,” ujarnya.
Dunia politik juga tidak dapat diharapkan untuk mengatasi krisis identitas dan kebudayana bangsa ini mengingat mereka sangat pragmatis dan melihat segala sesuatunya dari kepentingan jangka pendek, sementara kebudayaan melihatnya dari kepentingan jangka panjang. “Kalau kebudayaannya berubah, politiknya atau pendidikannya akan ikut,” terangnya.
Jika Lesbumi tak mampu melakukan sebuah revolusi kebudayaan, maka yang dilakukan adalah melakukan reformasi kebudayaan. Dalam hal ini, PBNU akan memberikan dukungan sepenuhnya karena sudah menjadi tujuan NU menuju masyarakat yang berkualitas melalui berbagai sarana, pendidikan, pesantren atau politik keislaman, dan salah satunya melalui Lesbumi.
“Jika Indonesia berhasil mengatasi krisis identitas ini, maka Indonesia tak akan diinjak-injak oleh negara lain,” tegasnya. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
Terkini
Lihat Semua