Warta

Korupsi Memicu Busung Lapar

NU Online  ·  Selasa, 5 Juli 2005 | 10:30 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Tanfidziyah PBNU, KH.Said Agil Siradj, M.A. menyatakan tidak terlalu terkejut ketika masih banyak ditemukan anak balita terkena busung lapar dan kurang gizi.
    
"Busung lapar dan kurang gizi itu terjadi akibat dari adanya ketidakadilan dalam pemerataan. Dan hal itu terjadi karena adanya korupsi yang kemudian memproduksi busung lapar dan kemiskinan di negeri ini," katanya dalam pembukaan Workshop Kompilasi Advokasi Kebijakan Publik, kerjasama Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU dan Partnership di hotel Sofyan Jakarta, Selasa (5/7).

Menurut Pendiri Gerakan Anti Diskriminasi (GANDI) ini, jika pemerintah tidak lagi bermental korup dan bermental proyek maka keadilan dalam pemerataan pembangunan pasti dapat dinikmati dengan manis oleh rakyat. "Tetapi, ketika uang pembangunan itu dikorup maka hasil yang didapatkan adalah busung lapar, kurang gizi dan kemiskinan. Ini fakta dan merupakan sebuah teror yang paling besar bagi rakyat," katanya.

<>

Dijelaskan jebolan Lirboyo ini, teror terbesar ialah ketika uang pembangunan dikorup oleh pengelola anggaran yang kemudian memproduksi busung lapar dan kemiskinan seperti yang dialami anak-anak di negeri ini. "Jika saja rasa keadilan itu dihormati oleh pemerintah maka busung lapar dan kemiskinan itu tidak akan dialami anak-anak di negeri ini. Alokasi dana yang  bersumber dari APBN, APBD I  dan BLN (bantuan luar negeri) untuk bidang ekonomi dan kesehatan sangat besar jumlahnya, tetapi masih saja ada rakyat yang miskin dan busung lapar," katanya.

Ketika ditanyakan peluang pemberantasan korupsi melalui pendekatan keagamaan?  Alumnus Timur Tengah ini berpendapat, memang diperlukan satu upaya dari sisi moral melalui pendekatan keagamaan yang intensif. Tapi, yang paling penting adalah bagaimana agar gerakan-gerakan keagamaan itu kemudian mendesakkan supaya aturan-aturan yang ada dijalankan dengan konsekuen.

"Sehingga dengan begitu gerakan keagamaan menjadi produktif dan efektif. Untuk itu jelas membutuhkan satu kesadaran baru mengenai bukan pada teks aturan-aturan agama, namun pada etika dan dasar moral kita selama ini," tandas jebolan Universitas Ummul al-Qura Mekkah ini.

Sekadar diketahui workshop yang digelar selama tiga hari ini di hadiri oleh utusan cabang-cabang NU dari Gresik, Kendal, Ponorogo, Blitar, Sleman, Semarang, PWNU Jateng, Jatim dan aktifis LSM dikalangan NU. Workshop ini akan merumuskan kurikulum dan modul advokasi sebagai acuan untuk diterapkan di daerah masing-masing dalam memerangi tindak korupsi yang kian marak. (cih)