Konsep ketahanan pangan yang dibangun organisasi pangan dunia (FAO) terbukti telah gagal. Dalam KTT pangan yang diadakan di Roma pada tahun 1996 saat itu FAO bersama dengan pimpinan negara-negara menargetkan akan mengurangi jumlah orang kelaparan hingga setengahnya pada tahun 2015.
Namun kenyataanya, saat itu juga (tahun 1996) terdapat 850 juta orang di dunia yang hidup dalam situsasi kelaparan dan setelah 13 tahun berlalu masih saja tidak ada kemajuan. Bahkan angka kelaparan ada kecenderungan bertambah, menurut data FAO sendiri pada tahun 2008 jumlah angka kelaparan di dunia menjadi 925 juta jiwa.<>
Demikian pernyataan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Senin (6/4) kemarin.
Dikatakan Henry, kegagalan ini disebabkan kebijakan yang salah, dimana konsep ketahanan pangan yang dibuat FAO terlalu menekankan kepada kecukupan pangan tanpa memperhatikan dari mana pangan itu didapatkan dan bagaimana cara produksinya.
“Pasokan pangan mengandalkan mekanisme perdagangan global sebagaimana yang dikehendaki oleh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Padahal kita tahu, pasar global hanya dikuasai segelintir perusahaan transnasional dan perusahaan-perusahaan agribisnis besar, lahan-lahan pertanian dikuasai untuk ditanamai komoditi pangan dan perkebunan yang bernilai ekspor tinggi,” katanya.
Sementara itu, pertanian keluarga yang dikelola oleh petani semakin tersisih dan tersingkir. Banyak petani di negeri dunia ketiga yang kehilangan penghidupan dan tanahnya akibat ekspansi perusahaan-perusahaan agribisnis besar.
Menurut Henry, para petani tersebut terjerembab ke dalam kemiskinan yang berkelanjutan. Hingga wajar saja apabila sebagian besar kelaparan terjadi di desa-desa yang nota bene hidup dari pertanian.
“Atas dasar itu, La Via Campesina bersama dengan ratusan organisasi tani anggotanya yang terdapat di berbagai belahan bumi mulai mengerjakan sebuah praktek pertanian yang lebih adil, baik itu untuk konsumen maupun untuk petani sebagai produsen pangan. Kami menamai konsep alternatif ini kedaulatan pangan,” katanya dalam rilis pers yang diterima NU Online.
Menurut Henry, ada beberapa pilar yang harus ditegakkan untuk melaksanakan kedaulatan pangan diantaranya; pertama, melaksanakan pembaruan agraria dengan konsep utama tanah untuk penggarap yang bekerja diatasnya. Karena tanpa adanya kedaulatan petani atas tanah tidak mungkin tercipta sistem pertanian yang berkeadilan, tanpa tanah petani akan selalu menjadi objek eksploitasi dari pihak-pihak yang berkuasa atas tanah.
Kedua, pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi besar dan pasar global. Pemerintah di setiap negara harus memproteksi kepentingan lokal dan nasionalnya terlebih dahulu.
Ketiga, petani harus diberikan akses untuk perumusan kebijakan pertanian. "Selama ini petani kecil dan buruh tani tidak dilibatkan dalam kebijakan-kebijakan pertanian," kata Henry. (nam)
Terpopuler
1
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
2
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
3
Rais Aam PBNU: Para Ulama Tarekat di NU Ada di JATMAN
4
Gencatan Senjata Israel-Hamas
5
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
6
Gus Yahya: NU Berpegang dengan Dua Tradisi Tarekat dan Syariat
Terkini
Lihat Semua