Warta

Klarifikasi Perancis Soal Pelarangan Jilbab

NU Online  ·  Rabu, 25 Februari 2004 | 04:25 WIB

Jakarta, NU.Online
Perancis tidak melarang ketat pemakainan Jilbab. Pelarangan itu hanya untuk di sekolah dasar sampai menengah sedangkan untuk perguruan tinggi dan di tempat-tempat lainnya masih bebas, demikian Sekretaris Dewan Muslim Perancis, Aslam Timur dalam jumpa pers di sela-sela International Conference of Islamic Scholars, Selasa (24/2) di JHCC, Jakarta.

Menurutnya, pelarangan ini dilatarbelakangi landasan historis kerukunan agama di Perancis. Sejak abad 15 sampai tahun 1905, terjadi perang  dan konflik agama mayoritas, Protestan, Katholik, dan Yahudi, di Perancis.  Sejak 1905, pemerintah dan para pemuka agama bertemu dalam satu meja untuk menyelesaikan konflik tersebut dan kesepakatan pun dihasilkan dalam bentuk lai zette  (dalam bahasa Inggris sering diterjemah, secular). Isi dari kesepakatan itu adalah bahwa agama adalah urusan privat dan tidak bisa dicampurtangani oleh negara. 

<>

Islam datang di Perancis sekitar tahun 1945 dibawah oleh orang Maghribi. Pada awalnya mereka bukanlah muslim yang taat agama. Kondisi agamis mengamalkan ajaran Islam baru muncul sekitar 25 tahun terakhir, generasi kedua.  Saat ini ada sekitar 2500 tempat ibadah di Perancis dan penganut sekitar 5 juta.

Namun demikian, wanita muslimah yang memakai jilbab hanya sedikit, dan sekitar 80% memilih tidak memakai jilbab. Selain itu, pelarangan jilbab dilatarbelakangi  banyaknya pengaduan siswa sekolah menengah kepada kepala sekolahnya diseluruh perancis mencapai kurang lebih 280 kasus.

Untuk merespon undang-undang pelarangan jilbab, Dewan Muslim Perancis telah memberikan pendapatnya kepada pihak legislatif bahwa pemakaian Jilbab merupakan perintah agama yang fundamental. Saat ini, undang-undang tersebut lebih lunak dibandingkan dengan rancangan sebelumnya setelah terjadi perundingan dan kompromi, yakni, siswi tidak menggunakan jilbab panjang, tetapi menggunakan tutup rambut sampai di atas telinga, yang merupakan penutup umum untuk wanita , baik agama Islam, Protestan maupun Katolik dan Yahudi.

Secara konstitusional, Perancis memberi kebebasan rakyatnya untuk mengamalkan keyakinan dan ajaran agamanya dan ini telah berlangsung lama hingga sekarang. Menurut Asalam Timur, yang keturunan India ini, kebebasan bergama itu sendiri bahkan kadang-kadang lebih baik  dibandingkan dengan Negara muslim lainya. Aslam Timur terkejut ketika berkunjung ke negara-negara muslim, ia selalu ditanya tentang pelarangan Jilbab padahal, menurutnya, di Perancis sendiri tidak begitu heboh (FDL).