Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menggelar Kajian Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Kiswah) dalam 15 pertemuan dengan “mengerahkan” para kiai dan intelektual terkemuka di Jawa Timur. Kiswah telah mulai dijalankan awal Ramadhan lalu dan wajib diikuti oleh seluruh jaran PWNU.
“Kiswah ini sangat penting, agar anak NU tidak ada yang jadi Malinkundang,” kata ketua pelaksana Kiswah KH Abdurrahman Navis kepada NU Online beberapa waktu lalu di kediamannya, Pesantren Nurul Huda, Jalan Sencaki, Surabaya Utara.<>
Malinkundang yang dimaksudkan Kiai Navis adalah anak orang NU yang tidak mau mengikuti NU. “Kita tidak ingin ada anak NU yang jadi seperti itu,” lanjutnya.
Kiswah dinilai sangat penting. Dikatakannya, setelah masuknya dan berkembangnya faham “Islam transnasional” ke Indonesia, tidak sedikit anak NU yang terpengaruh oleh gerakan mereka.
Menurut Kiai Navis yang juga alumnus Universitas Imam Ibnu Saud Riyad itu, saat ini masih banyak kader NU yang belum paham tentang hakekat ajaran NU itu sendiri. Tidak hanya warga, sebagian pengurus juga masih ada yang belum memahaminya.
Karena itu kajian Kiswah dilaksanakan secara menyeluruh, mulai soal akidah, syariah, tasawuf, kemasyarakatan, politik, ekonomi, hingga sejarah para tokoh pendiri NU berikut kisah pejuangannya. “Kita ingin membekali mereka sepenuhnya, NU dari segala aspeknya, agar semakin mantap untuk hidup ber-NU,” tegas Kiai Navis.
Kiswah itu sendiri selain diwajibkan kepada seluruh pengurus PWNU, juga wajib bagi pengurus lembaga dan banom yang ada di bawahnya. Keikutsertaan mereka dalam program itu diabsen secara rutin akan dijadikan pertimbangan tersendiri dalam menyusun kepengurusan di masa yang akan datang.
Selain itu, Kiswah akan didokumentasikan ke dalam bentuk buku dan VCD agar bisa dijadikan pedoman dalam pendalaman Aswaja di kalangan NU.
“Kita bentuk modul yang baik dan gampang diterima, agar anak-anak kita tidak gampang terpengaruh oleh modul-modul yang selama ini dibuat oleh orang lain,” lanjut wakil katib syuriah PWNU Jawa Timur itu.
Dalam Kiswah, peserta boleh menanyakan persoalan sedalam mungkin kepada narasumber. Termasuk adu argumentasi. Karena format yang dibentuk adalah forum ilmiah dan komunikasi aktif. Seperti yang tampak dalam penyampaian materi hari pertama.
Makalah dari Rais Syuriah KH Miftachul Akhyar, misalnya, banyak disanggah oleh Ustadz Idrus Ramli, pengurus Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Cabang NU Jember. Demikian juga Katib Syuriah KH Hasyim Abbas, mengajukan “protes” kepada Kiai Miftah tentang berbagai hal.
Beberapa pengurus harian yang lain juga mengajukan pertanyaan tanpa harus merasa risih dan kaku. “Memang suasana seperti itu yang kami inginkan,” tegas Kiai Navis.
Dengan model pengajian yang bebas seperti itu, diharapkan pengurus dan kader NU semakin mantap dengan akidah amaliah yang selama ini mereka jalani. “Semoga saja tidak ada lagi anak NU yang jadi Malinkundang,” harap Kiai Navis. (sbh)
Terpopuler
1
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
2
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
3
Rais Aam PBNU: Para Ulama Tarekat di NU Ada di JATMAN
4
Gencatan Senjata Israel-Hamas
5
Gus Yahya: NU Berpegang dengan Dua Tradisi Tarekat dan Syariat
6
Wamenhan RI: JATMAN Fondasi Penting Jaga Pertahanan Negara melalui Non-Militer
Terkini
Lihat Semua