Warta

Kiai Fuad Melukis dari Dzikir

NU Online  ·  Ahad, 13 September 2009 | 03:26 WIB

Yogyakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Fatihah, Pleret, Bantul, Kiai Haji Muhammad Fuad Riyadi menuangkan esensi dari dzikir yang dilantunkan untuk memuji Allah, Tuhan Yang Maha Besar, dalam bentuk lukisan abstrak.

"Saya selalu berdzikir dulu sebelum melukis, sehingga semua lukisan yang dipamerkan kali ini adalah hasil dari dzikir," kata Kiai Fuad dalam pembukaan pameran Sang Kiai Melukis, di Bentara Budaya Yogyakarta, Sabtu malam.<>

Salah satu karya lukisannya berjudul "Rindu Orang Saleh" yang dilukis Kiai Fuad setelah dalam dzikirnya ia bertemu dengan guru spiritualnya, Syekh Zaini Abdul Ghani.

"Lukisan itu adalah wujud cinta saya terhadap beliau, yang meski muslim, tetapi dicintai masyarakat bukan muslim," katanya.

Menurut dia, lukisan abstrak yang menjadi karya lukisnya lebih dekat dengan bahasa kejiwaan, dan lebih dapat dinikmati secara universal, karena tidak memiliki batasan agama, suku maupun ras.

"Saya ingin menggambarkan bahwa agama Islam menawarkan kecintaan kepada seluruh makhluk dan lingkungannya, karena akhir-akhir ini agama Islam telah dinodai oleh berbagai hal di antaranya radikalisme, formalitas, dan eksklusivisme," katanya.

Ia bahkan mengatakan setelah melakukan proses mencoretkan tinta di kanvas, lukisan tersebut masih harus melalui proses lanjutan, yaitu wajib berada di ruangan khusus yang digunakan Kiai Fuad dan santri-santrinya berdzikir selama 40 hari.

Tujuannya, menurut Kiai berusia 38 tahun itu, agar seluruh lukisan hasil karyanya mampu menyerap energi dzikir, sehingga memiliki manfaat lain bagi pemiliknya, misalnya mengurangi stres.

"Bahkan dalam perjalanan dari pondok hingga ke sini (Bentara Budaya, red) semua lukisan tersebut harus dikemas sedemikian rupa sehingga tidak akan menyerap suara-suara di sekitarnya yang hanya akan merusak energi dzikir yang telah ada," katanya.

Dalam melukis, menurut Kiai Fuad dirinya mampu menyelesaikan sebuah lukisan dalam waktu 30 menit, tetapi bisa juga enam bulan, tergantung situasi saat melukis.

"Jika kehilangan ’mood’, saya biasanya akan berhenti, dan baru meneruskannya setelah keinginan untuk melukis muncul kembali," katanya.
    
Warna dasar yang mentah

Sementara itu, teman dekat Kiai Fuad yang juga gurunya dalam seni rupa, Sri Harjanto Sahid mengatakan Kiai Fuad belum berani menggunakan campuran warna dalam melukis.

"Ia masih berkutat dengan warna-warna dasar yang mentah. Namun, seiring perkembangan waktu, pasti kemampuannya melukis akan meningkat," katanya yang mengaku paling tertarik dengan lukisan berjudul "Rindu Orang Saleh".

Menurut dia, lukisan tersebut memiliki tarikan yang halus dengan komposisi warna yang menarik.

Dalam pameran itu sebanyak tiga lukisan dari 16 lukisan yang dibandrol dengan harga ratusan juta rupiah telah terjual, yaitu kepada Cahyo Gunawan, seorang pengusaha, AKBP Darmanto Kapolres Sleman, dan Agus Sulistyono anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ketiga lukisan tersebut masing-masing berjudul "Takut Bakar Rumput" seharga Rp75 juta, "Naga Asa" (Rp350 juta), dan "Karena Kita Hanya Manusia Biasa" harganya Rp250 juta.

Pameran ini akan ditutup pada Kamis (17/9) mendatang. (ant/mad)