Khofifah; Sinetron Religius Lebih Banyak Mistifikasinya
NU Online · Senin, 26 Desember 2005 | 10:30 WIB
Jakarta, NU Online
Maraknya sinetron religius di televisi akhir-akhir ini jika diperhatikan lebih seksama ternyata lebih banyak menonjolkan hal-hal mistik dari pada muatan religius itu sendiri. Sebagian besar materinya bahkan lebih bersifat imajiner. Hal itu dikhawatirkan justru akan membelokkan akidah.
Demikian disampaikan Ketua Umum Pucuk Pimpinan (PP) Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa dalam konferensi pers di kantor PBNU, Jl Kramat Raya Jakarta, Senin (26/12).
<>Dalam konferensi pers itu, PP Muslimat NU mengimbau kepada pengusaha televisi agar lebih selektif dalam mengambil sudut pandang dari sebuah tayangan. Pasalnya, jika tidak demikian, sinetron tersebut justru akan menjadi tayangan yang menyesatkan.
Khofifah—demikian panggilan akrab mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan di era Gus Dur ini—mengatakan tayangan tersebut sebenarnya memiliki pesan yang baik, namun kemasannya yang kurang tepat. ”Maksudnya baik, tapi saya melihat proses mistikasinya yang berlebihan,” ujarnya.
Ia mencontohkan beberapa tayangan sinetron yang unsur mistisnya terlalu belebihan sehingga pesan religiusnya yang justru tidak tersampaikan. ”Jadi misalkan ada orang selama hidupnya selalu berbuat jahat, di akhir cerita orang tersebut matinya tidak wajar,” terangnya.
Untuk menghentikan tayangan seperti itu, kata Khofifah bukan pekerjaan mudah. Di satu sisi tayangan tersebut bertentangan dengan akidah, tapi di sisi yang lain, menghentikannya berarti berhadapan dengan industri film yang kapitalistik dan kepentingannya mencari keuntungan. Kondisi itu semakin parah karena masyarakat juga menyukai tontonan tersebut.
”Sinetron religius itu terus diproduksi karena rating-nya tinggi. Rating-nya tinggi karena banyak yang nonton. Selain itu, dengan rating yang tinggi maka iklan juga akan banyak. Di sinilah kita mengalami kesulitan besar,” terang anggota DPR-RI dari fraksi PKB ini.
PP Muslimat NU, ujar Khofifah sudah pernah berusaha untuk menghentikan tayangan tersebut dengan mengimbau kepada masyarakat tidak menonton. Tapi gerakan itu tidak sukses karena masyarakat juga menyukai. ”Yang senang nonton sinetron kebanyakan kan ibu-ibu,” tandasnya. (rif)
Terpopuler
1
Kemenag Tetapkan Gelar Akademik Baru untuk Lulusan Ma’had Aly
2
LKKNU Jakarta Perkuat Kesehatan Mental Keluarga
3
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
4
3 Alasan Bulan Kedua Hijriah Dinamakan Safar
5
Kopri PB PMII Luncurkan Beasiswa Pendidikan Khusus Profesi Advokat untuk 2.000 Kader Perempuan
6
Pentingnya Kelola Keinginan dengan Ukur Kemampuan demi Kebahagiaan
Terkini
Lihat Semua