Maraknya aksi kekerasan atas nama agama di beberapa wilayah di Indonesia disebabkan oleh komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, serta pemahaman agama yang masih sempit. Demikian ungkap Prof Dr Kacung Marijan, ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini mengatakan, hubungan komunikasi yang kurang baik tidak hanya terjadi di kalangan internal agama. Kurang baiknya komunikasi juga terjadi antar kelompok beragama.<>
Hal tersebut disampaikannya dalam Halal Bihalal lakpesdam NU Jombang, Ahad (3/10) malam kemarin seperti dilaporkan kontributor NU Online Wahib Putra Pamungkas.
Karena tidak ada komunikasi saling pengertian itulah, ujar Kacung, pada akhirnya penggunaan kekerasan dipilih untuk menyelesaikan masalah. “Kalau adanya organisasi lintas agama, ini khan masih ada di level elit. (Komunikasi) yang baik itu belum sampai ke level-level komunitas, padahal ini perlu,” tandasnya.
Mengatasi permasalahan ini, Kacung memandang perlu dilakukan dialog secara komprehensif antar masing-masing pihak. Dengan adanya dialog secara terus menerus, diharapkan kelompok radikal akan mengerti dan menjauhi kekerasan. “Kelompok radikal ini jangan dimusuhi juga, (mereka) perlu diajak dialog. Kalau kemudian dimusuhi mereka bisa tambah radikal. Kelompok ini perlu diajak dialog soal sebenarnya Islam yang baik itu kaya apa sih,” ujarnya.
Kacung mengingatkan pentingnya peran pemerintah serta lembaga-lembaga keagamaan untuk berkumpul dalam rangka mengantisipasi agar benih-benih permusuhan berdalih agama tidak tumbuh di Indonesia. “Jika hal itu dibiarkan tumbuh, maka sewaktu-waktu bisa meletus dan akan sulit dikendalikan.”
‘Semangat’ Gus Dur
Sementara itu, Romo Suwignyo, Direktur Sekolah Theologia Balai Wiyata, Malang, mengungkapkan pentingnya arti semangat menerima keberagaman yang telah didengungkan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Meskipun saat ini usaha untuk itu masih lebih banyak dilakukan secara simbolis tetapi upaya untuk menebarkan semangat Gus Dur harus terus dihidupkan. “Pada diri Gus Dur menurut hemat Saya (terdapat) cita-cita, kerinduan dan semangat untuk bagaimana menjadi Indonesia yang beragam, yang saling menghargai dan menghormati,” tuturnya.
Menurut Suwignyo, semangat itu sudah terlihat cukup jelas melalui sikap yang ditunjukkan oleh Gus Dur, yakni menentang segala bentuk kesewenang-wenangan oleh segelintir pihak kepada pihak lain, termasuk mereka yang mengatasnamakan agama.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, semangat bukanlah sesuatu yang bisa dilembagakan melainkan hal itu hanya mampu diwujudkan dalam bentuk kesadaran pada diri setiap orang. “Sesekali kesadaran-kesadaran itu akan bertemu secara fisik, tentu saja dalam ruang lingkup perjumpaan kebudayaan yang penuh dengan kebergaman dan saling menghargai satu sama lain” ungkapnya. (yus)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
5
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
6
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
Terkini
Lihat Semua