Warta

Kehadiran NU Sumbangan Terhadap Kebudayaan Nasional

NU Online  ·  Selasa, 26 Agustus 2003 | 10:12 WIB

Jakarta, NU.Online
Kehadiran Nahdlatul Ulama adalah merupakan wujud sumbangan NU kepada kebudayaan Nasional, ungkap KH. Mustofa Bisri Pengasuh Pesantren Raudlatut
Talibin, Rembang, Jawa Tengah, yang juga rais syuriah PBNU menanggapi kontribusi Nu dalam kebudayaan.

Kepada NU.Online, kyai seniman ini mengungkapkan, Sejak kelahirannya NU sudah memberikan sumbangan terhadap kebudayaan kita, misalnya dari segi keberagamaan akan lain kalau tidak ada Nahdlatul Ulama. NU itu yang kemudian memberikan warna keberagamaan di indonesia. kalau sekarang timbul warna keberagamaan yang lain itu akan kelihatan kalau itu berbeda dengan kebudayaan nasional kita. kenapa ? menurutnya kalau ada pembentukan  kebudayaan keberagamaan yang lain maka orang akan segera tahu ini akan berbeda dengan kebudayaan nasional kita di dalam beragama. karena keberagamaan secara nasional  dipengaruhi oleh kebudayaan keberagaman NU.

<>

Ketika ditanya apakah model kebudayaan keberagamaan NU bisa diterima dalam wujud kebudayaan nasional, ia mengungkapkan. "Masalah mau diterima atau tidak model kebudayaan keberagamaan yang ditawarkan NU itu terserah, yg jelas wujud kehadiran NU merupakan sumbangan NU terhadap kebudayaan," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui pada Oktober 2003, sejumlah budayawan Indonesia rencananya akan menggelar Kongres Kebudayaan Nasional Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kongres ini merupakan yang kelima kalinya sepanjang sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa Indonesia. Sebelumnya berturut-turut kongres semacam itu telah digelar di Magelang, Bandung, Bali, dan terakhir di Jakarta

Dalam kongres ini akan bahas mengenai konsep kebudayaan indonesia dan kontribusinya terhadap pembentukan karakter kebudayaan nasional. sedikitnya ada tiga tema yang akan dibicarakan yaitu mengenai konsep, politik, dan strategi kebudayaan Indonesia. Kemudian dijabarkan lagi ke dalam tiga subtema yaitu "Lolakitas, Nasionalitas, dan Globalitas", "Identitas dan Krisis Budaya", serta "Perubahan dan Pemberdayaan Kebudayaan".

Dalam pandangan gus Mus, dalam menyongsong kongres kebudayaan kali ini harus memperhatikan lokalitas-lokalitas baik secara primordial dan historis tersebut. Sebab jika hanya membicarakan hal-hal yang global saja akan tidak ada artinya. Pola berpikir di Indonesia ini sangat plural antarsetiap daerah. Lokalitas-lokalitas harus mendapat porsi yang utama dalam kongres tersebut sehingga kita dapat melihat situasi dan kondisi dengan melihat semua persoalahan kebudayaan di Indonesia.

Ia juga menambahkan, Cara hidup tidak hanya kesenian, tetapi mencakup semua bidang seperti sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Ditambahkannya, kebudayaan adalah sebuah pemaknaan hidup saja artinya hidup ini harus dilakukan dengan cara bagaimana dan itu ditentukan oleh infrastruktur hidupnya. Ini sangat menentukan tata nilai yang ada dalam masyarakat kita.

Mengenai masukan-masukan dalam kongres kebudayaan,  gus mus mengatakan, "ya, harus kembali kepada sila-sila pancasila itu. yg diterapkan, bagaimana kebudyaaan kita yang berketuhanan yang maha esa, yg berkemanusiaan yang adil dan beradab, yg menjunjung  tinggi persatuan indonesia.  yang itu dulu cuma sekedar slogan dan pidato saja dan sekarang itu yang harus diimplementasikan," imbuhnya mengakhiri pembicaraan (cih)