Perkembangan zaman dalam kajian Islam turut pula mewarnai diskusi di berbagai Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Perubahan zaman yang terjadi, harus dicermati berbagai pihak agar arah kajiannya tidak kehilangan "roh".
Menurut Direktur Pendidikan Tinggi Islam Depag, Prof Machasin, selama ini kajian Islam di PTAI selalu terpaku dan terkungkung pada masa lampau atau konservatisme, dan juga ada kajian Islam yang mengarah liberalisme. Konsep kajian Islam, kata dia, harus dapat seimbang dengan perubahan zaman, meski tidak perlu mengikuti zaman.<>
"Jangan sampai ada yang terkungkung pada masa lampau, dan jangan sampai pula ada yang terlalu liberal. Relevansi terhadap tuntutan zaman perlu. Zaman harus ikut rumusan agama, sedangkan liberalisme jangan menghilangkan ketentuan zaman waktu itu. Artinya, kajian Islam jangan kehilangan roh, tetapi tidak ketinggalan zaman," ungkap Machasim di Jakarta, Kamis (10/12) seperti dilansir republika.co.id.
Ia mengatakan mengkaji Islam apalagi di dunia pendidikan tinggi, secara agama tidak bisa statis tetapi dinamis. Maksudnya, ungkap dia, kajian Islam harus pula mengikuti tuntutan zaman, dengan melihat dan memerhatikan perubahan-perubahan untuk dicarikan solusinya.
Menurut dia, kajian Islam yang ada sekarang, dianggap masih belum cukup memecahkan problem kemanusiaan dan bangsa. Persoalannya, kajian Islam harus dilihat lebih jauh dari produk yang ada dalam sejarahnya. Umat terus berkembang dan tidak berhenti pada masa lampau.
Untuk menjalin keseimbangan kajian yang bersifat statis (konservatisme) dan dinamis (liberalisme), ia mengatakan berbagai pihak perlu melengkapi kajian Islam dari hasil karya ulama terdahulu. Artinya, semua pihak terus menggali literatur atau kitab-kitab terdahulu dengan mencarikan interpretasinya, dalam kerangka wahyu yang ada.
Hal yang lebih penting lagi, ujar dia, PTAI perlu menyiapkan kajian atau pemikiran Islam yang mengarah apa yang dibutuhkan bangsa dan negara ini ke depan. Upaya tersebut dapat berdaya guna, kalau semua terus mereview kajian Islam terdahulu, kemudian mereposisi kajian Islam dalam berbangsa dan bernegara yang terjadi sekarang.
Selama ini, ia menyadari kajian Islam di berbagai PTAI di Indonesia bersifat liberalisme atau bersifat membebaskan diri dari ikatan-ikatan tertentu, dengan kajian yang bersifat konservatisme atau tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi ketentuandan ketetapan sebelumnya.
Kendati demikian, ia mengakui pemikiran yang bersifat liberalisme dan konservatisme selalu muncul dalam kajian Islam tersebut. Untuk itulah, perlu kajian yang berimbang antara keduanya, agar arah kajian Islam ke depan untuk pembangunan bangsa tercapai. (mad)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
4
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
5
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
6
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
Terkini
Lihat Semua