Warta

Kaderisasi PMII di Kampus Umum Masih Lemah

NU Online  ·  Senin, 15 September 2008 | 00:58 WIB

Bogor, NU Online
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) diharapkan dapat memperkuat keberadaannya di kampus-kampus umum. Selama ini kaderisasi PMII di kampus umum sangat lemah, sehingga keberadaan organisasasi kemahasiswaan berbasis Nahdlatul Ulama (NU) ini kurang marketable.

Demikian wacana yang mengemuka dalam Sarasehan Ramadhan yang digelar PMII Komisariat Instutut Pertanian Bogor (IPB) bekerjasama dengan Lembaga Korp PMII Puteri (Kopri) Pengurus Besar (PB) PMII, yang diselenggarakan di Aula Masjid Al-Huriyyah Kampus IPB Darmaga Bogor, Sabtu (13/9).<>

Sarasehan yang dikemas dengan model bincang santai ini dihadiri sekitar 100 peserta, dengan mengambil tema “Menghayati indahnya kebersamaan.”

Narasumber yang hadir adalah sejumlah alumni PMII dari berbagai perguruan tinggi dan cabang di Indonesia, antara lain Agus Purnomo, mantan aktivis PMII Universitas Gadjah Madah (UGM) Jogjakarta, yang kini menjadi Anggota Komisi III DPR-RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Hadir pula Mohammad Banapon, SPI, MSi, mantan aktivis PMII Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar, staf pengajar ilmu kelautan dan perikanan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, yang baru saja menyelesaikan studi S-2 di Pascasarjana IPB, dan akan maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Selain itu, juga hadir Ketua Umum PB PMII, Muhammad Rodli Kaelani, Ketua Kopri PB PMII Eem Marzuhiz, staf peneliti PP Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM), Hamzah Sahal, serta mantan anggota DPR-RI dari PAN, Djoko Edhi Abdurrahman, yang kini calon legislatif (Caleg) dari PPP.

Ketua Umum PMII Komisariat IPB, Yahman Faoji mengatakan, pengembangan PMII di kampus umum terasa berat. Banyak hambatan dalam kaderisasi organisasi berbasis mahasiswa NU ini ke kalangan mahasiswa kampus umum.

“Pengembangan PMII di IPB sangat sulit. Di tengah padat dan ketatnya perkuliahan di IPB, kami harus kreatif dan inovatif untuk membuat PMII diterima mahasiswa. Selain itu PMII harus mampu menyesuaikan diri dengan kecenderungan mahasiswa-mahasiswa berbasis ilmu eksakta,” kata Yahman.

Banyaknya kendala yang dihadapi itulah membuat PMII di IPB sering mengalami pasang surut. PMII masuk ke IPB pada pertengahan tahun 1960-an. Namun selama kurun 1960-an hingga 2008, PMII sering mengalami masa-masa vakum akibat keterputusan kaderisasi.

“PMII IPB pernah berhasil melahirkan salah satu kader terbaiknya menjadi Ketua Umum PB PMII. Namun fakta di lapangan, PMII IPB sering mengalami kevakuman. Kami berharap ke depan, PB PMII dapat mengembangkan konsep kaderisasi yang dibutuhkan kampus umum,” harap Yahman.

Ketua Umum PB PMII Muhammad Rodli Kaelani mengemukakan, dirinya menyadari keberadaan PMII di kampus-kampus umum cukup lemah. Karena itu, pihaknya akan meningkatkan perhatian bagi pengembangan PMII di kampus umum.

“PMII membutuhkan kader-kader intelektual yang tangguh dari lintas disiplin. Selama ini spesialisasi kader PMII didominasi ilmu agama. Ke depan PMII harus memperkaya diri dengan kader dari ilmu-ilmu eksakta dan umum melalui peningkatkan kaderisasi,” paparnya. (hir)