Warta

Hasyim Diminta Jelaskan Moderasi Islam di Swiss

NU Online  ·  Selasa, 9 Januari 2007 | 06:26 WIB

Jakarta, NU Online
Gagasan moderasi Islam yang diusung Nahdlatul Ulama (NU) tampaknya semakin diminati dunia Barat. Oleh karenanya, Ketua Umum Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi dalam waktu dekat akan diminta oleh pemerintah Swiss untuk menjelaskan gagasan tersebut.

“Saya akan dibikinkan forum di sana (Swiss: Red) untuk menjelaskan moderasi Islam,” ungkap Hasyim usai bertemu dengan Duta Besar Swiss untuk Indonesia Bernardino Regazzoni di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (9/1). Turut dalam pertemuan tersebut Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Iqbal Sullam.

<>

Kunjungan Dubes Swiss ke PBNU, menurut Hasyim, secara sengaja memang untuk meminta penjelasan terkait maraknya berbagai macam paham, gerakan dan kelompok Islam radikal, termasuk di Indonesia.

Dijelaskan Hasyim, pada dasarnya tidak ada radikalisme di dalam Islam. Jika memang ada kelompok Islam radikal di Indonesia, hal itu jumlahnya sangat kecil meski dikaui gaungnya cukup besar. Hal itu terjadi karena semata ekspos media massa yang berlebihan.

Menurut Hasyim, gerakan maupun paham Islam radikal tidak memiliki akar sejarah di Indonesia. Hal itu muncul belakangan terutama setelah reformasi. “Radikalisme Islam bukan asli Indonesia, itu ada setelah reformasi. ‘Itu tempelan’ dari luar saja,” terangnya.

Ada beberapa hal yang menjadi sebab munculnya gerakan Islam garis keras itu. Sejak reformasi, Undang-undang keamanan di Indonesia diperlonggar. “Contoh, harus ada bukti dulu kalau menangkap seseorang. Jadi, ibaratnya kalau ada bom, bomnya harus meledak dulu kalau mau nangkap siapa pelakunya,” ungkapnya.

Sebab lain, lanjut Hasyim, adalah kembalinya orang-orang yang selama rejim Orde Baru ditekan oleh pemerintah waktu itu. Orang-orang tersebutlah, katanya, yang membawa gagasan radikalisme itu dari luar. “Balik ke Indonesia membawa paham-paham radikalisme itu,” tandasnya.

Oleh karena itu, ditegaskan Hasyim, pada dasarnya radikalisme tersebut tidak hanya terjadi pada Islam, melainkan juga pada agama lain. “Radikalisme juga ada di Kristen, Katolik, Budha, termasuk juga radikalisme yang berhaluan komunis,” ujarnya. (rif)