Warta

Harlah ke-10 NU Malaysia dan Kepedulian Terhadap TKI

NU Online  ·  Selasa, 26 Oktober 2010 | 01:16 WIB

Kuala Lumpur, NU Online
Nuansa Hari Lahir Nahdatul Ulama Cabang Istimewa Malaysia (HARLAH 10 NUCIM) dirayakan juga dengan menitikberatkan pada kepedulian terhadap TKI.

Pada hari kedua rangkaian Harlah NUCIM ini, yaitu pada hari Sabtu 23 oktober 2010 bertempat di Aula Hasanudin Kedutaan Besar RI di Malaysia diadakannya dialog dengan tema “Pemerintah dan Tenaga Kerja: Permasalahan dan Solusinya”.<>

Dialog ini diisi oleh Ibu Hj Lily Chadijah Wahid (Komisi I DPR RI) didampingi Agus Trianto sebagai Atase Tenaga Kerja KBRI di Malaysia. Selain itu, panitia pelaksana menghadirkan salah satu perwakilan dari aktivis TKI, Saiful Aiman.

Dengan dihadiri oleh sekitar 100 warga yang terdiri dari para pekerja, masyarakat dan mahasiswa, dialog ini diawali dengan acara ceremonial. Ketua panitia harlah, Umar Hutagalung menyatakan rasa bersyukur yang sangat dalam karena rangkaian acara harlah berjalan dengan lancar karena dukungan dari berbagai pihak. Ia juga meluahkan kegembiraannya karena sambutan dan partisipasi masyarakat terhadap acara harlah ini diluar perkiraan panitia.

Sementara itu, ketua NUCIM, H Amin Fadlillah, MA menyatakan bahwa tujuan diadakannya dialog ini adalah sebagai wujud kepedulian NUCIM terhadap permasalahan TKI dan berharap forum dialog ini tidak sekedar sebagai pelengkap acara harlah saja, namun selanjutnya dapat bersifat implementatif dengan hadirnya anggota DPR RI.

Lily Wahid dalam pemaparannya menyampaikan 2 faktor utama problematika tenaga kerja di Malaysia, kurang kesesuaian dalam penentuan gaji terhadap TKI dan minimnya pendidikan mereka.

“Untuk menganggulagi problem ini, kita harus meningkatkan taraf pendidikan mereka disamping itu warga negara Indonesia tidak boleh dipandang sebelah mata oleh Malaysia” tegasnya di depan para Nahdiyyin.

Atase Tenaga Kerja KBRI Agus Trianto menyampaikan dengan gamblang kondisi tenaga kerja di Malaysia, yaitu terdapat sekitar 1.628.000 jumlah WNI di Malaysia, dengan rincian 16.000 mahasiswa, 5000 tenaga professional, dan hanya berkisar 917,932 para pekerja yang legal. Adapun yang ilegal tidak bisa diketahui jumlahnya realnya.

“Selama ini KBRI berusaha mengadakan pengawasan dan perlindungan terhadap tenaga kerja kita, namun kami tidak bisa membabi buta, kami juga harus memperhatikan undang-undang negara setempat,” tuturnya ketika menanggapi isu TKI yang divonis mati.

Lain halnya dari pemaparan Saiful, sebagai masyarakat yang terjun langsung di tengah masyarakat Indonesia di Malaysia mengambil kesimpulan bahwasanya pembahasan tentang TKI adalah adalah wacana klasik yang selalu dibicarakan namun tak kunjung berakhir.

“Kami mengusulkan untuk mencarikan solusi dengan segera dari pihak pemerintah,” tegas Saiful.

Di akhir acara dialog, salah seorang Nahdiyyin yang mewakili para TKI mengusulkan kepada Lily Wahid agar segera menyampaikan ke DPR untuk menaikkan alokasi dana untuk perlindungan TKI di Malaysia.

Usulan ini ditanggapi baik adik Gus Dur ini dengan berkata bahwa “Selama ini dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk perlindungan TKI sangat minim, kami akan menindak lanjuti usulan ini di DPR,” jawabnya.

Acara ini kemudian ditutup dengan bacaan doa dan setelah istirahat makan dan sholat, rangkaian acara harlah dilanjutkan dengan seminar tentang aswaja. (mmm)