Warta UU PENODAAN AGAMA

Hari ini MK Dengarkan Keterangan Pemohon

NU Online  ·  Rabu, 10 Februari 2010 | 02:17 WIB

Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, Rabu (10/2), menggelar persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan dari pihak-pihak yang yang memohon agar Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama dicabut atau diubah.

Pihak-pihak pemohon terdiri dari tujuh LSM, yakni Imparsial, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi, Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).<>

Seperti diwartakan sebelumnya, para pemohon menyatakan pasal-pasal dalam UU Penodaan Agama menunjukkan adanya kebijakan yang diskriminatif antaragama, bertentangan dengan prinsip toleransi, keragaman, dan pemikiran terbuka, membatasi serta bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama seperti yang terdapat dalam UUD 1945.

Menteri Agama Suryadharma Ali pada Kamis (4/2) lalu mengatakan, pencabutan UU Penodaan Agama seperti yang diupayakan sejumlah LSM melalui uji materi kepada Mahkamah Konstitusi bila dikabulkan maka berpotensi menimbulkan keresahan dan kekacauan di masyarakat.

Sementara itu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, penistaan agama akan semakin mendapat tempat di Indonesia, jika MK mengabulkan gugatan UU No 1 tahun 1965 tentang penodaan agama.

“Jika gugatan itu dikabulkan, penistaan agama akan semakin marak,” kata Ketua PBNU Ahmad Bagdja. Menurutnya, UU tersebut masih sangat dibutuhkan di Indonesia. Karena itu, PBNU meminta MK untuk tidak menggabulkan dan menolak gugatan sejumlah LSM itu.

Ketua Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama MUI Pusat H Slamet Effendi Yusuf meminta MK berhati-hati dalam memutuskan perkara uji materi UU No. 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

“MK perlu berhati-hati, apalagi belum ada UU penggantinya. Jika UU ini tidak ada maka akan berbahaya bagi agama yang dianut minoritas,” katanya terkait pelaksanaan sidang Pengujian UU No. 1 Tahun 1965 ini, Kamis (4/2) lalu dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR RI.

Slamet yang juga kandidat ketua umum PBNU ini mengingatkan, UU No 1 Tahun 1965 dibuat sebagai upaya untuk menghindari konflik sosial.

“Jika undang undang ini dihapus maka sangat berbahaya bagi agama yang dianut minoritas di negeri ini. Kelompok minoritas bisa berbuat apa saja atas nama kebebasan beragama. Kalau tidak ada UU yang terjadi malah main hakim sendiri,” kata mantan ketua umum GP Ansor ini. (nam)