Warta 65 Tahun Resolusi Jihad

Gus Solah: Pemerintah Abaikan Pesantren

NU Online  ·  Senin, 25 Oktober 2010 | 09:20 WIB

Jakarta, NU Online
Sedikitnya, dua sumbangsih monumental telah dipersembahkan Nahdlatul Ulama pada bangsa dan negara Indonesia. Pertama Resolusi Jihad. Kedua, dokumen hubungan Islam dan negara.

Keduanya memberi bukti bahwa NU, para tokohnya, dan komunitasnya sangat mencintai negeri ini. Mereka peduli terhadap kehidupan bangsa dan negara, serta mampu menangkap masalah utama yang amat potensial mengancam masa depan bangsa.<>

Demikian disampaikan KH Salahudin Wahid, atau akrab dipanggil Gus Solah, di Jakarta 22 Oktober. Pernyataan itu disampaikan dalam rangka mengenang peristiwa Resolusi Jihad, di Surabaya, 65 tahun yang lalu.

“Dan para pendiri NU, bersama tokoh-tkoh kemerdekaan yang lain, tidak hanya berpidato di atas panggung, berpangku tangan. Mereka turun tangan, bergerak, melakukan sesuatu yang diperlukan, berkorban apapun untuk kedaulatan negeri yang utuh,” lanjutnya

Pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, itu menjelaskan bahwa Resolusi Jihad dideklarasikan saat Indonesia terancam secara fisik. Sedangkan yang kedua (dokumen hubungan Islam dan negara, red.) saat Indonesia menghadapi jalan buntu mencari titik temu antara Islam dan  Pancasila.

Saat ditanya tentang sejarah NU yang dipinggirkan, Gus Solah menjawab, pengakuan secara formal memang diperlukan, tapi percuma saja jika tidak dilanjutkan pemihakan kebijakan pada NU, dan pesantren pada umumnya.

“Pemerintah dan negara telah bertahun-tahun tidak memperhatikan dengan layak hak dasar kaum santri. Entah  pendidikan, pangan, ataupun kesehatan. Mungkin karena santri tinggal di desa-desa, jadi tidak diperhatikan,” ungkapnya.

“Parahnya, pendidikan pesantren yang sudah berabad-abad telah mendidik rakyat di Nusantara, menjaga karakter budaya dan bangsa, tidak dianggap pendidikan. Pemerintah harus berpartisipasi mendukung pendidikan pesantren, madrasah, komunitas-komunitas islam tradisonal di desa-desa, supaya tidak tertinggal. Karena hal ini juga akan membuat bangsa lebih maju. Islam baru yang sektarian, eksklusif, egois serta merongrong Pancasila malah tampaknya lebih direspon,” tegasnya. (hmz)