Warta

Gus Sholah: NU Kehilangan Jiwa Ihlas

NU Online  ·  Ahad, 27 Juli 2008 | 21:10 WIB

Bogor, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menilai, jiwa ikhlas telah hilang dari keseharian warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin), terutama para pemimpinnya.

Hilangnya jiwa ikhlas, kata mantan Ketua PBNU ini, antara lain dipengaruhi oleh godaan pragmatisme dan oportunisme politik. Godaan harta dan jabatan (kekuasaan), telah memundurkan perjuangan NU.<>

“Orang yang menjadi pengurus NU adalah yang tulus ingin mengabdi dan memiliki kemampuan berorganisasi dengan baik,” katanya di sela-sela pertemuan Kelompok Profesional Muda NU bersama Akademisi NU Insitut Pertanian Bogor (IPB), yang berlangsung di Ruang Executive Pascasarjana, Kampus IPB Branangsiang, Bogor, Ahad (27/7).

Menurut Gus Sholah, era sekarang adalah era kerja. Kalau NU ingin mendapatkan apa yang pernah ditorehkannya pada masa silam, maka NU harus menunjukkan diri sebagai organisasi yang dapat bekerja dengan baik untuk melayani umat.

Pada tahun 1940-an dan 1950-an, katanya, NU telah mampu mewujudkan kemandirian jam’iyah dan dapat memberdayakan ekonomi jama’ah. Sehingga manfaat keberadaan NU waktu itu, betul-betul dirasakan langsung oleh warga Nahdliyin.

Lebih lanjut dalam kegiatan yang digagas oleh Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Pascasarjana IPB itu, Gus Sholah mengutarakan, pada tahun 1940-an NU sudah mampu merintis kerjasama internasional dengan Jepang untuk mengelola perguruan tinggi modern. Pada zaman tersebut, NU juga mampu menerbitkan media berupa majalah yang kualitasnya tidak kalah dengan kualitas media zaman sekarang.

“Sejak tahun 1940-an NU telah mencapai kemajuan luar biasa untuk situasi yang dihadapi saat itu. Kemajuan yang dicapai NU waktu itu telah melampaui zamannya,” terang pria yang pernah menjabat Wakil Ketua Komnas HAM RI ini. (hir)