Warta Munas dan Konbes NU

Gus Ipul dan Khofifah Lolos dari Aturan Rangkap Jabatan

Ahad, 30 Juli 2006 | 15:18 WIB

Surabaya, NU Online
Ketua Umum GP Ansor H. Saifullah Yusuf dan Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa kali ini tampaknya masih bisa lolos dari aturan rangkap jabatan yang dibikin oleh PBNU.

Walaupun kedua orang tersebut menduduki jabatan politik sebagai menteri dan anggota DPR, tetapi aturan yang ditetapkan pada badan otonom NU adalah mereka hanya dilarang untuk menduduki jabatan sebagai pengurus harian partai politik dan masih memungkinkan untuk menduduki jabatan politik seperti menteri dan anggota dewan.

<>

Batasan yang lebih ketat baru dikenakan kepada para pengurus harian NU dari tingkat pengurus besar sampai dengan tingkat cabang. Mereka dilarang melakukan rangkap jabatan dengan jabatan pengurus harian partai politik atau organisasi politik yang berafiliasi kepadanya dan larangan perangkapan jabatan politik.

Pasal 9 dan 10 dari aturan rangkap jabatan tersebut menetapkan bahwa rais aam, wakil rais aam, rais syuriah pengurus wilayah dan rais syuriah pengurus cabang dan ketua umum pengurus besar, ketua pengurus wilayah dan ketua pengurus cabang tidak dapat dirangkap dengan jabatan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota, dan anggota DPR/DPRD.

Formulasi ini masih memungkinkan para wakil ketua tanfidziyah di jajaran pengurus wilayah dan cabang untuk memegang jabatan politik. Lubang lain yang masih bisa digunakan adalah peraturan ini tidak berlaku surut sehingga para pengurus NU yang telah memiliki jabatan politik sebelum ia terpilih tetap dapat melakukan rangkap jabatan.

Wakil Ketua Lakpesdam Yahya Ma’sum menilai bahwa NU tampaknya belum siap untuk melakukan pelarangan rangkap jabatan secara ketat. Sebelumnya dalam rapat komisi rangkap jabatan, terjadi perdebatan panas yang menunjukkan masih adanya resistensi yang kuat untuk pelarangan rangkap jabatan.

KH Hasyim Muzadi beberapa waktu sebelumnya juga mengeluhkan masih terjadinya rangkap jabatan, terutama di luar Jawa yang diakibatkan oleh minimnya kader untuk memegang berbagai posisi jabatan NU. Namun, situasi ini tak bisa diteruskan untuk menciptakan iklim organisasi yang sehat.

Selain larangan perangkapan jabatan politik dan partai politik, PBNU juga melarang adanya rangkap jabatan antar pengurus NU, badan otonom, lembaga dan lajnah. “Ini bukan pelarangan, tapi bagi-bagi tugas,” tandas KH Hafid Ustman.(mkf)