Warta

Gus Dur : Utang Indonesia Perlu di Tangguhkan

NU Online  ·  Selasa, 10 Mei 2005 | 04:55 WIB

Semarang, NU Online
Mantan Presiden RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan, pemerintahan sekarang harus berani menangguhkan (moratorium) pembayaran utang selama lima tahun, agar anggaran untuk membayar bunga dan cicilan pinjaman digunakan untuk memberi kredit murah kepada usaha kecil dan menengah (UKM).
 
"Yang menentukan dibayar atau tidak kan kita sendiri. IMF (International Monetary Fund) mau ngusir kita angel (sulit,red), nggak berani nggak. Argentina dan Meksiko saja dapat (menangguhkan pembayaran utangnya,red) selama 10 tahun. Semua dapat kok, kenapa Indonesia takut-takut amat," kata Gus Dur di Pondok Pesantren (Ponpes) Edi Mancoro, Dusun Bendungan, Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Senin.
 
Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB itu mengatakan, tidak saja memberikan kredit murah kepada UKM dengan total nilai selama lima tahun sebesar 100 miliar dolar Amerika Serikat (AS), tetapi dalam kurun waktu yang sama juga memberikan 100 miliar dolar AS kepada PNS, militer dan pensiuan. Tujuannya agar mereka tidak koruspsi dan KKN lagi.
 
Ia lantas menyebutkan asal usul uang 200 miliar dolar AS itu. "Bacalah RAPBN/APBN tiap tahun ada pos 46 miliar dolar AS untuk bayar bunga dan cicilan pinjaman kita. Lha ini saja dimoratorium lima tahun," katanya menyarankan.
 
Oleh karena itu, Gus Dur berharap, PKB berpegang pada kebijakan dan tindakan pemimpin terhadap rakyat yang dipimpin harus terkait langsung dengan kesejahteraan mereka. "Jadi kalau PKB hanya mikirin diri sendiri, tidak mikirin rakyat dia bukan PKB, dia meninggalkan fiqih. Alangkah sedihnya partai yang begitu itu, yang kelak akan ditinggalkan pemilih," katanya pada acara Konsolidasi Pemenangan Pilkadasung, Pemilu 2009 dan Launching Program sejuta kader PKB 2005-2010 di Ponpes tersebut.
 
Mantan Ketua Umum PBNU itu mengingatkan kepada kadernya bahwa partai tidak ditentukan ideologi, melainkan yang menentukan adalah rakyat pemilih. Konstituen ini menentukan karena membawa kemaslahatan, masyarakat adil dan makmur. Ia mengutarakan, adil tanpa kemakmuran itu komunis, sebaliknya kemakmuran tanpa keadilan itu kapitalistik. "Karena itu di Indonesia harus dua-duanya, yakni adil dan makmur," katanya menandaskan.
 
Pada kesempatan itu ia mengatakan, peta politik di tanah air ditentukan tiga pihak, yakni pertama mahasiswa, LSM dan sebagian kaum intelektual. "Ini kelompok yang pertama di luar politik yang formal; dan ke dua TNI. Dua-duanya punya peranan politik tetapi tidak ngaku sebagai partai politik," paparnya. Ketiga, yaitu politik formal yang resmi yaitu partai politik. "Wajar kalau kita berharap PKB  menjadi salah satu di antara partai politik yang benar-benar pegang peranan formal maupun informal, punya arti politis. Lha gimana dicarinya? Dicarinya dalam proses demokratisasi," katanya.
 
Ketika menanggapi isu seputar komposisi pengurus DPP PKB bahwa Nahdlatul Ulama (NU) 20 persen, Gus Dur menegaskan bahwa itu fitnah, karena kenyataannya persentase kepengurusan di tubuh PKB, NU 50 persen; 25 persen organisasi kemasyarakatan Islam di luar NU; dan 25 persen lainnya non-muslim. "Kepengurusannya 50 persen NU, 25 Islam lainnya di luar NU, 25 persen non-muslim, lha kok saya dibilang menginginkan 20 persen NU. Fitnah ya fitnah tapi jangan bohonglah. Sudah fitnah bohong lagi, dua kali dosa," katanya menegaskan kembali. (atr/cih)