Warta ISLAH PKB

Gus Dur Tetap Ketua Dewan Syuro, Muhaimin Ketua Dewan Tanfidz

NU Online  ·  Kamis, 7 Agustus 2008 | 00:01 WIB

Jakarta, NU Online
Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa formasi PKB dikembalikan pada Muktamar Semarang 2005 berarti KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tetap menjadi Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB dan Muhaimin sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.

Sementara KH Muhyiddin Arubusman dan Lukman Edy masing-masing menjadi Sekretaris Dewan Syura dan Sekjen Dewan Tanfidz DPP PKB. “Dengan demikian, tidak ada lagi Kubu Parung atau Kubu Ancol,” kata Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR Effendy Choirie di Jakarta, Rabu (6/8).<>

Dikatakannya, PKB harus menempuh langkah islah ingin melaju sebagai kontestan Pemilu 2009. “Hanya ada satu kata, islah, apa pun definisi dan cakupannya,” katanya.

“Siapa pun yang mengaku menjadi warga PKB dan berniat tulus membesarkan partai itu harus menerima putusan pengadilan yang menetapkan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syura dan Muhaimin Iskandar-Lukman Edy sebagai Ketua Umum dan Sekjen Tanfidz DPP PKB,” tambahnya

Menurut Effendi Choirie yang akrab disapa Gus Choy, islah hanya bisa tercapai jika masing-masing kubu menerima kembali paket kepemimpinan Gus Dur-Muhaimin. Kubu Muhaimin harus menerima Gus Dur sebagai fakta yuridis. Sebaliknya, Muhaimin harus mengambil sejumlah langkah konstruktif agar bisa diterima Gus Dur kembali, termasuk meredam suara-suara tertentu di kubunya yang sering ''meremehkan'' peran Gus Dur.

“Kelompok-kelompok yang ingin mengeliminasi Gus Dur harus menghitung koridor kedua. Yaitu, fakta politis bahwa pengaruh Gus Dur masih sangat besar di PKB. Terlepas dari kekurangannya, Gus Dur merupakan tokoh besar. Beliau adalah ikon politik PKB. Tanpa Gus Dur, PKB akan kehilangan separo nyawanya,” kata Gus Choy.

Ditambahkannya, islah juga menyangkut reintegrasi potensi-potensi politik PKB, termasuk pemulihan hubungan baik dengan induk yang melahirkannya, Nahdlatul Ulama (NU).

“Selama ini, ada jarak seolah-olah agenda PKB di seberang agenda NU. Padahal, PKB terhubung dengan NU secara historis, kultural, dan aspiratif. Egoisme politik NU dan PKB telah dibayar lunas dengan kekalahan-kekalahan beruntun di sejumlah perhelatan politik, sejak Pilpres 2004 hingga pilkada-pilkada belakangan ini,” katanya. (nam)