Warta 40 HARI GUS DUR

Gus Dur Inginkan Polisi Tidak Langsung di Bawah Presiden

Ahad, 14 Februari 2010 | 12:20 WIB

Tegal, NU Online
KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menginginkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berbeda dengan Tentara Nasional Indonesia. Polri, menurut Gus Dur, tidak boleh langsung berada di bawah presiden, sebab akan berakibat polisi tidak lagi independen.

“Polisi itu melindungi, melayani, mengayomi masyarakat, bukan mengabdi pada negara atau pemerintah, Polri is human security bukan state security,” ujar Prof Dr Kombes Pol (Purn) Bambang Widodo Umar pada acara tahlil dan bedah buku 40 hari meninggalnya Gus Dur, di Sekretariat DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jalan Baladewa Nomor 6 Kota Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (13/2) malam.<>

Hanya saja, menurut dia, pemikiran mendiang Gus Dur itu hingga kini tidak tercapai. “Bahkan sampai sekarang, cita-cita Gus Dur itu belum tercapai, polisi masih mengutamakan kepentingan pemerintah bukan kepentinan individu masyarakat,” ucapnya.

Polisi itu, lanjutnya, penegak hukum, bukan alat politik. Tentu saja, bila menjadi alat politik maka rakyat akan kalah terus, karena memang rakyat tidak punya senjata Bila Polri masih dibawah kekuasaam presiden, maka polisi tidak bias berkutik akibat intervensi pemerintah (presiden, red) yang begitu kuat. Pemerintah.

Bambang menjelaskan, konsep kepolisian sesuai pemikiran Gus Dur adalah konsep yang benar. Artinya, polisi tetap independent menjadi pengaman rakyat dan bukan berada di bawah presiden langsung. “Namun rupanya, pemikiran seperti itu tidak dikehendaki oleh banyak tokoh maupun pemikir,”  ujarnya.

Sebelum gelar bedah buku Melawan Skenario Makar karya Edy Budiyarso, diadakan pembacaan Tahlil oleh Rais Suriyah PC NU Kota Tegal KH Muhammad Ibrahim. Menurut Ketua DPC PKB Kota Tegal, Tri Wibowo alias Bowo Neon, bedah buku ini  sengaja digelar untuk memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur. Bedah buku menghadirkan Prof Dr. Kombes Pol (purn) Bambang Widodo Umar (pelaku sejarah) dan Edy Budiyarso (penulis) dengan moderator Suriali Andi Kustomo.

Menurut penulisnya, buku ini sebuah kisah kilas balik perjalanan Gus Dur dan 8 Perwira yang dipecat. Rencana Gus Dur yang akan mencopot Kapolri Bimantoro dan digantikan oleh Chaerudin Ismail mendapat tentangan keras dari berbagai pihak, khususnya di lingkungan Polri saat itu.

Bagi Gus Dur, seorang Bimantoro dinilai tidak sepaham dengan pemikiran Gus Dur. Lalu 8 orang perwira yang mendukung pemikiran Gus Dur malah dituduh akan makar. Ke-8 orang perwira itupun akhirnya mendapat ganjaran penjara selama 3 bulan. Dan sampai kini pihak berwajib tidak pernah menemukan bukti atas tuduhan tersebut.

Ditambahkan, Bambang, melihat kondisi Polri yang sampai saat ini masih berada di bawah presiden langsung, dirinya jadi ingat perkataan Gus Dur yang disampaikan pada suatu hari di Istana Negara, polisi yang jujur cuma ada tiga, yakni Hoegeng, polisi tidur dan patung polisi.

Dalam bedah buku dengan moderator Suriali Andi Kustomo dihadiri dalam kesempatan tersebut Angota Komisi D DPRD Jateng Chamim Afif, para anggota dewan dari FKB, Badan Otonom NU Fatayat, Muslimat NU, IPNU/IPPNU. PMII dan Anggota FKB DPRD Kota Tegal dan masyarakat lainnya. (was)