Perundingan menyangkut produk pertanian di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang seringkali menemui jalan buntu (dead lock), mendorong sejumlah negara berkembang yang mengandalkan produk pertanian harus mencari jalan keluar.
Negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, selalu kalah berunding dengan negara-negara maju pada perundingan d tingkat WTO yang menyangkut soal sektor pertanian, khususnya menyangkut pemberian subsidi.
Menyadari kekuatan negara berkembang yang tidak seimbang jika harus "bertempur" dengan negara-negara maju itu maka Indonesia membentuk aliansi dengan negara berkembang lainnya dalam G-33 untuk menghadapi negara maju di berbagai perundingan internasional, tak terkecuali WTO.
G-33 adalah aliansi 42 negara berkembang yang memiliki penduduk mayoritas petani kecil dan miskin dari seluruh benua. Para anggota menyadari bahwa kesepakatan WTO di bidang pertanian masih mengandung berbagai ketidakseimbangan sehingga menimbulkan ketidakadilan perdagangan yang merugikan petani di negara berkembang.
Selain itu, G-33 juga berpandangan bahwa kesepakatan perdagangan yang kini dirundingkan di WTO seharusnya dapat meningkatkan perdagangan global sebagai instrumen pembangunan khususnya untuk pemantapan ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan.
Anggota G-33 adalah Antigua dan Barbuda, Barbados, Belize, Benin, Botswana, Cina, Kongo, Pantai Gading, Kuba, Republik Dominika, Grenada, Guyana, Haiti, Honduras, India, Indonesia, Jamaika, Kenya, Republik Korea, Madagaskar, Mauritius, Mongolia, Mozambik, Nikaragua, Nigeria, Pakistan, Panama, Peru, Pilipina, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia dan The Grenadin, Senegel, Srilangka, Suriname, Tanzania, Trinidad dan Tobago, Turki, Uganda, Venezuela, Zambia, serta Zimbabwe.
Kelompok G-33 mengupayakan agar isu pertanian tidak lagi menjadi penyebab kebuntuan dalam berbagai perundingan internasional, termasuk dalam Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (KTM WTO) yang akan berlangsung 13-18 Desember 2005 di Hongkong.
"Isu pertanian selama ini memang sangat sulit untuk mencari titik temunya di antara negara anggota WTO karena tidak hanya menyangkut masalah ekonomi, tetapi lebih luas lagi seperti sosial dan politik," kata Duta Besar RI di WTO Gusmardi Bustami.
Menurut Gusmardi, isu pertanian selama ini memang selalu menjadi kendala dalam pelaksanaan berbagai perundingan internasional, seperti yang dialami KTM WTO di Cancun, Meksiko tahun 2003."Memang masalah pertanian yang dilakukan negara maju tidak adil, mengingat sejumlah negara terutama negara maju sampai kini masih memberikan subsidi kepada petaninya," katanya.
Dia menyebutkan, negara-negara maju setiap tahun memberikan subsidi sebesar 321 miliar dolar AS kepada petaninya atau sekitar satu miliar dolar per hari agar produk pertanian merrka dapat bersaing di pasar internasional.
Sebaliknya, keadaan petani di negara berkembang untuk mendapatkan subsidi sebesar satu dolar per hari pun mengalami kesulitan."Kalau masalah pertanian tetap menjadi kendala dalam KTM mendatang dan perundingan menemui jalan buntu, maka sektor lain dipastikan tidak akan bergerak. Jadi pertanian bisa dikatakan sebagai lokomotifnya," kata Gusmardi.
Selain akan membahas berbagai isu pertanian, delegasi juga akan membicarakan usulan kelompok G-33 berupa pembahasan SP (special products) dan SSM (special safeguard mechanism)."Bagi Indonesia SP dan SSM juga sangat penting mengingat Indonesia pernah kebanjiran impor produk pertanian sehingga memukul pertanian nasional. Sektor pertanian harus kita amankan dari produk impor," katanya. (atr/cih)
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
3
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
4
Waketum PBNU Jelaskan Keistimewaan Belajar di Pesantren dengan Sanad
5
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Hikmah Hijrah Nabi Muhammad kanggo Generasi Milenial lan Z
6
Khutbah Jumat: Menyadari Hakikat Harta dan Mengelolanya dengan Baik
Terkini
Lihat Semua