Warta

Fatwa Ulama Saudi Kecam Perlakuan Para Majikan

NU Online  ·  Kamis, 19 Juni 2008 | 07:32 WIB

Riyadh, NU Online
Syeikh Abdul Mohsen al-Obaikan, seorang ulama terkemuka Arab Saudi mengeluarkan satu fatwa yang melarang majikan mengutip uang pengurusan visa dan izin kerja dari pekerja.

Jika fatwa ini dipatuhi, maka akan sangat besar pengaruhnya bagi tabungan 8 juta para pekerja asing di kerajaan ini. Demikian dilansir situs berita internasional bbc.<>

Menurut perkiraan pekerja ini mengirimkan 16 miliar dolar per tahun ke negara asal mereka. Para pekerja asing diperkirakan melakukan lebih dari 90persen pekerjaan di Arab Saudi. Tetapi para pekerja asing ini harus disponsori oleh warga Saudi yang bertanggung-jawab atas mereka dan memegang paspor mereka sebagai jaminan.

Para majikan biasa mengutip dana dari para pekerja asing untuk setiap biaya administrasi yang mereka keluarkan. Misalnya, perpanjangan visa, izin keluar Saudi, dan izin kerja.

Jika seorang pekerja mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dia harus membayar setara dengan beberapa bulan gaji kepada sponsornya untuk mengalihkan dia ke majikan baru, atau membebaskan pekerja itu dari kontrak lamanya.

Menanggpi praktik buruk tersebut, seorang penasehat hukum untuk Kementrian Kehakiman dan anggota dewan penasehat, Sheikh Abdul Mohsen al-Obaikan, mengeluarkan sebuah fatwa yang melarang para majikan memeras para pekerja asing dengan mengutip biaya ekstra untuk dokumen-dokumen mereka.

menurut Syaikh Obaikan, praktik itu bertentangan dengan hukum dan haram menurut agama untuk mengutip uang diluar biaya administrasi yang sudah ditetapkan negara.

Tidak jelas apa kira-kira dampak dari fatwa ini.

Seorang pekerja asing masih enggan mengadukan majikannya karena sponsornya selalu bisa menghentikan kontrak dan langsung mengusirnya pulang ke negara asalnya.

Dan, ada pelanggaran yang lebih buruk daripada eksploitasi keuangan yang terjadi. Menurut pantauan Human Rights Watch, di Saudi Arabia saat ini terjadi banyak kekerasan seksual yang dilakukan pihak majikan kepada pihak pekerja, selain masalah rasisme yang sudah berurat-akar, dan kondisi kerja yang sangat ekstrim, yang hampir sama dengan perbudakan. (bbc/atj)