Warta

Dokumen NU Harus Diselamatkan

NU Online  ·  Selasa, 14 Juni 2005 | 11:31 WIB

Jakarta, NU Online
Dokumen dan arsip yang terkait dengan Nahdlatul Ulama, baik sejarah, tokoh maupun pemikirannya harus diselamatkan dan di jadikan sumber informasi rujukan agar semua orang dapat mengaksesnya.

"Hal ini perlu dilakukan, karena kesadaran melakukan manajemen kearsipan di NU masih rendah, sehingga harus ada upaya baik individual maupun kolektif untuk menyelamatkan aset-aset NU yang tak ternilai itu," ujar Asep Mukhtar Muhtadi, Pegawai Arsip Nasional RI dalam diskusi Manajeman Kearsipan di gedung PBNU, Selasa (14/6).

<>

Menurutnya, hal ini perlu dilakukan karena Nahdlatul Ulama memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan republik ini, sehingga segala yang telah dilakukannya memiliki nilai sejarah yang tinggi dan ini harus diketahui oleh generasi yang akan datang."Karena ilmu pengetahuan sepenuhnya dapat ditelusuri dari sejarah, jadi kalau sampai NU tidak memiliki dokumentasi yang baik, dikhawatirkan literatur tentang NU akan sulit dilacak," tuturnya.

Diakui Asep meskipun sebelumnya data-data NU yang sempat tercecer ketika pindah gedung sempat dititipkan ke Arsip Nasional oleh KH. Munasir Ali, syuriah PBNU ketika itu, namun jumlahnya tidak sebanding dengan khazanah kekayaan atmosfir NU  yang beragam. "Dokumen itu masih bisa terselamatkan dengan baik berkat kesadaran individual, namun kedepan perlu lebih institusional dan saya berharap di NU Online yang melakukan tugas-tugas ini," paparnya dihadapan puluhan peserta dari sekretariat, badan otonom, lajnah, bahkan para peneliti.

Dikatakan Asep yang kader PMII ini amat sayang kalau hal ini diabaikan, karena dulu data-data yang dimiliki NU di Arsip Nasional sempat dibuatkan micro filmnya oleh peneliti dari Australia dan dijadikan aset mereka, sementara kita yang di sini belum menghargainya. "Padahal dengan dimilikinya mikro film tersebut, kita bukan hanya kehilangan dokumentasi penting, tetapi juga kehilangan devisa. Coba kalau mereka melakukan riset, mereka akan mengeluarkan fiskal dan biaya hidup selama tinggal di Indonesia," tutur Asep.

Selama ini yang tekun melakukan penelusuran sejarah NU itu para peneliti dari luar, bahkan banyak naskah-naskah NU yang tersimpan di luar negeri seperti Belanda, Australia, Amerika dan negara-negara yang pernah menjajah Indonesia. Untuk itulah, katanya para akademisi NU, tokoh maupun kader mudanya harus memiliki kesadaran untuk melakukan kerja-kerja pengarsipan, contohnya bisa dimulai dari menulis tokoh-tokoh NU lokal dalam skripsi maupun tulisanya. "Kalau ini secara continyu dilakukan akan terkumpul mozaik NU yang beragam dari berbagai pemikiran," tandasnya.

Acara yang dimulai pukul 1.30 Wib itu dihadiri, Katib Aam, Prof.Dr. Nazarudin Syamsudin, Sekjen PBNU, Dr. Endang Turmudzi, Kepala Sekretariat PBNU, H. Hayat, warawan senior Duta Masyarakat, Baidhawi Adnan, Penulis Buku Islam Paskakolonial, Ahmad Baso, Aktivis FKGMNU, Amsar Dulmanan, Aktivis Lakpesdam, Syatiri dan aktivis muda NU lainnya. (cih)