Jakarta, NU Online
Asmar Oemar Saleh, seorang pengacara di Jakarta, mengusulkan agar para pengacara yang beragama Islam melakukan sumpah pocong untuk tidak lagi menyuap dan menerima suap.
"Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyidik kasus dugaan suap di lingkungan aparat hukum dijadikan momentum penting membersihkan praktek suap- menyuap di kalangan aparat hukum, baik pengacara, panitera, polisi, jaksa maupun hakim," kata Asmar, pengacara anggota Ikadin kepada redaksi NU Online, Kamis (15/6)..
<>Pernyataan Asmar itu menanggapi penangkapan oleh KPK terhadap pengacara dan panitera dalam sidang kasus dugaan korupsi Puteh. Seperti diberitakan oleh berbagai media, Tengku Syaifuddin Popon, salah seorang kuasa hukum Gubernur Provinsi Aceh Abdullah Puteh, dan Syamsu Rizal Ramadhan, Wakil ketua Panitera Pengadilan Tinggi Jakarta, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi setelah tertangkap tangan sedang melakukan transaksi pemberian uang sebesar Rp 250 juta. Pemberian uang itu diduga merupakan suap berkaitan sidang kasus korupsi Puteh.
Asmar mendukung langkah KPK untuk mengusut tuntas dugaan suap tersebut. Dia juga mengimbau agar semua unsur yang terlibat dalam penegakan hukum, khususnya pengacara, menegaskan lagi komitmennya untuk tidak terlibat dalam urusan suap-menyuap. "Praktek suap di kalangan pengacara, polisi, hakim maupun jaksa selama ini sudah dianggap sebagai hal yang lazim," kata Asmar. "Padahal, suap bisa dikategorikan korupsi."
Asmar mengusulkan agar organisasi profesi seperti Ikadin membuat langkah kongkret untuk mencegah secara efektif praktek suap di kalangan pengacara. "Saya mengusulkan agar Ikadin mengharuskan para pengacara yang Muslim melakukan sumpah pocong untuk tidak lagi melakukan suap dalam semua kasus yang ditanganinya," kata Asmar.
Praktek suap, menurut Asmar, telah merusak profesi pengacara. "Para pengacara tidak secara serius belajar membuat dan mengkaji argumen hukum, namun sibuk melakukan lobi kepada hakim, panitera, polisi dan jaksa untuk memenangkan suatu perkara," kata Asmar. "Mutu pembelaan mereka terus merosot."
Lebih dari itu, menurut Asmar, permainan suap juga menjatuhkan martabat hukum di hadapan publik. "Publik akhirnya berpikir bahwa semua pengadilan sebenarnya sandiwara belaka, yang hasilnya lebih ditentukan oleh uang," kata Asmar. "Merosotnya wibawa hukum akan memperluas kekerasan dan anarki di masyarakat, dan lebih menyedihkan lagi, akan mempersulit pemerintah Susilo bambang Yudhoyono memberantas korupsi seperti diinginkan."
"Sudah saatnya semua pihak memandang kelaziman praktek suap sebagai kejahatan," pungkas Asmar. (cih)
Terpopuler
1
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
2
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
3
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
4
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
5
Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian
6
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
Terkini
Lihat Semua