Warta Isu Herawati Non Muslim

Calon Pemimpin harus Berani Tegaskan Identitasnya

NU Online  ·  Rabu, 1 Juli 2009 | 09:08 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam pemilihan presiden kali ini, istri calon wakil presiden Boediono, Herawati diisukan beragama non muslim. Sejauh ini, belum ada jawaban tegas mengenai agama Herawati sehingga masalah malah menjadi bahan kampanye hitam dan berpotensi merusak hubungan antara agama di Indonesia.

Ketua PBNU H Ahmad Bagdja berpendapat seharusnya calon pemimpin, termasuk keluarganya, ketika publik ingin mengetahui identitas dirinya, mengemukakan dengan tegas agar kontraversi semakin tidak berkembang di masyarakat.<>

“Jangan takut seseorang dipandang dari sudut pandang agama, akui saja, tidak apa-apa. Nanti masyarakat yang menilai, UU membolehkan semua agama menjadi pejabat. Jadi kalau si A menyebut dia bukan muslim, tak usah ditutupi. Jadi masyarakat diajarkan mengemukakan identitas sebenarnya, jangan ditutupi hanya karena ingin mendapatkan dukungan,” katanya kepada NU Online, Rabu (1/7).

Calon presiden Megawati, menurutnya telah menunjukkan identitas diri apa adanya. Disaat ada tekanan dari salah satu fihak agar istri capres-cawapres tertentu menggunakan jilbab, Putri Presiden Soekarno ini tetap nyaman dan konsisten dengan keyakinannya, bukan merubah penampilannya hanya pada saat kampanye.

“Kalau biasanya tak pakai kerudung, terus berubah untuk mencari simpai, itu yang saya kurang setuju. Jangan menampilkan identitas yang tidak pas cuma karena ingin mendapatkan suara,” tandasnya.
 
Kasus ini menjadi semakin rumit karena sampai satu bulan isu ini beredar, belum ada penjelasan resmi, bahkan sampai menimbulkan korban karena ada yang dituduh menyebarkan selebaran yang dianggap sebagai kampanye hitam karena tidak ada penyataan tegas dari fihak yang diisyukan.

“Coba kalau sudah jauh-jauh hari dibantah, Ok, saya muslim atau saya Katolik, nga ada masalah, dan banyak juga pemimpin kita yang beragama non muslim. Kan yang dilihatnya kerjanya buat republik ini,” terangnya.

Bagdja menjelaskan, sejauh ini, komunitas NU juga menerima keberadaan pejabat non muslim. Terbukti banyak pejabat non muslim yang diundang dan datang ke pesantren serta diterima dengan baik.

“Makin ditutupi makin tidak baik. Semua harus menghilangkan masker, rakyat ingin tahu yang sebenarnya, katakan saja, saya muslim atau non muslim, selesai. Jadi rakyat dengan tegas diberi tahu, dan jangan takut kalah. Karena yang ingin kita bela adalah rakyat Indonesia, yang beragama Islam, Katolik dan macam-macam. Yang bikin mudah kok diperuwet,” imbuhnya.

Upaya lain yang bisa dilakukan agar isu ini tidak melebar adalah memanggil fihak tabloid Monitor Indonesia yang memuat wawancara dari salah seorang habib yang menyatakan Herawati non muslim, apa bukti yang mengungkapkan hal ini, sejauh ini langkah tersebut tidak dilakukan.

“Ini pembelajaran politik yang tidak baik, daripada ribut politisasi agama yang bisa menyakitkan umat beragama. Mengapa tidak dari awal ketika isu di tabloid Monitor ini berkembang, dipanggil, ditanya, darimana buktinya, ditanya saja,” terangnya. (mkf)