Warta

Cak Duki: Soal Anggaran Pendidikan 20 Persen, Pemerintah Ingkari Kesepakatan

NU Online  ·  Selasa, 22 Februari 2005 | 15:00 WIB

Jakarta, NU Online
Keterbatasan dana pendidikan semestinya tidak perlu menjadi halangan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan dasar secara gratis, asalkan efisiensi dalam manajemen pendidikan dilakukan Pemerintah secara sungguh-sungguh. Persoalannya,   dana pendidikan selama ini telah digunakan Pemerintah secara berlebihan untuk membiayai kebutuhan proses  dalam sistem birokrasi pendidikan. Akibatnya, ‘pemeran utama’ dalam pendidikan kekurangan dana. 

“Proyekisme, di dalam sistem pendidikan kita sudah menjadi hal yang jamak, menyerap biaya sangat besar dan yang menjadi korban adalah ‘pemeran utama’ dalam proses belajar mengajar, yaitu murid yang belajar, guru yang mengajar dan infrastruktur tempat proses belajar mengajar,”  ungkap Anggota Komisi X DPR – RI Masduki Baidlowi dalam dialog pendidikan tentang “Konsep dan Strategi Pendidikan Dasar Gratis Bagi Semua Orang” yang diselenggarakan LP3ES, Selasa (22/02) di Jakarta.

<>

Selain Masduki Baidlowi, hadir sebagai pembicara dalam dialog yang bertempat di kantor LP3ES tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) Depdiknas Fasli Jalal, Peneliti Pendidikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Makmuri Soekarno dan peserta dari kalangan pemerhati dan praktisi pendidikan. 

Padahal, tambah politisi yang akrab dipanggil dengan Cak Duki ini, bila pendidikan dilaksanakan secara efisien, biaya untuk ‘pemeran utama’ pendidikan akan dapat dipenuhi secukupnya, sehingga murid-murid dari tingkat SD hingga SMP tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk sekolah, buku dan seragam. Semua bisa dibiayai dari anggaran yang sudah ada.  “Bagaimana mungkin dengan dana yang terbatas murid-murid dari tingkat SD/MI hingga SMP/Mts bisa sekolah gratis, termasuk memiliki buku   dan seragam, kalau biaya proses dalam birokrasi pendidikan menghabiskan  50 persen dari total anggaran pendidikan dasar,” kata Cak Duki menegaskan.

Kerena keterbatasan dana yang dimiliki negara, kata Cak Duki, efisiensi menjadi satu-satunya jalan yang paling mungkin diharapkan untuk merealisasikan pendidikan dasar gratis. Sebelumnya wakil-wakil rakyat di MPR, lanjut Cak Duki,  telah berusaha mewujudkan pendidikan dasar gratis dengan memperjuangkan anggaran pendidikan nasional paling sedikit 20 persen sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 amandemen keempat, dan menetapkan ketentuan yang mewajibkan pemerintah membiayai pendidikan dasar secara gratis sebagaimana diatur dalam Pasal 31, ayat 2  UU No. 20 Th. 2003 tentang  Sisdiknas.

Sebagai tindak lanjutnya, tutur Cak Duki, Komisi VI DPR –RI periode 1999 – 2004 pada waktu itu, membuat kesepakatan dengan  5 yang isinya mengatur realisasi  dari  anggaran pendidikan 20 persen APBN/APBD secara bertahap hingga  tercapai 20 persen pada tahun 2009. Asumsinya, urai Cak Duki, pada  tahun 2004, anggaran pendidikan nasional diasumsikan Rp 16,8 triliun (6,6%), tahun 2005 24,9 triliun (9,3%), tahun 2006 sebesar Rp 33,8 triliun (12,0%), tahun 2007  43,4 triliun (14,7%), 2008 sebesar 54,0 triliun (17,4%), tahun 2009 sebesar 65,5 triliun (20,1%). “Meski untuk merealisasikan hal itu, wakil rakyat tidak menutup mata dengan gejolak ekonomi makro, karena itu asumsinya semua itu akan terealisasi bila  pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar  5 sampai 6,” tegasnya.

Namun, apa boleh dibuat, bak pungguk merindukan bulan,  pada kenyataannya, realisasi APBN tahun 2005 untuk dana pendidikan hanya mencapai 21,5 triliun. Itu berarti melenceng dari kesepakatan yang semestinya  mencapai Rp  24,9 triliun. Jika asumsi-asumsi dasar skenario tidak berubah, maka anggaran pendidikan sebesar 20 persen tidak akan tercapai pada 2009. Karena prediksi rancangan anggaran Depdiknas dari 2005 – 2009 menunjukkan, bahwa komitmen akan hal itu tidak akan tercapai. “Sebab untuk tahun 2006, skenario Depdiknas hanya menganggarkan Rp  24,218,5 triliun,  tahun   2007 hanya  Rp  27,827 triliun, tahun 2008 sebesar  Rp 32,724,6, sedangkan tahun 2009 hanya Rp 39,269 triliun. Jauh dari komitmen yang disepakati 5 menteri dengan anggota DPR-RI periode 1999-2004 yang sebesar Rp 65,5 triliun pada realisasi tahun 2009,” urainya.

“Ini berarti, rancangan anggaran  yang dibuat Depdiknas untuk tahapan 2005-2009, benar-benar secara konsisten telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat dengan DPR,”  tandasnya. 

Mendapatkan pernyataan yang menohok, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Depdiknas  mengemukakan, bahwa pihaknya mengakui realisasi anggaran pendidikan pada tahun ini hanya Rp 21,5 triliun masih jauh dari jumlah yang disepakati dengan DPR. Tapi kami telah membuat komitmen dengan DPR, begitu harga BBM dinaikkan, maka biaya untuk pendidikan akan mendapatkan prioritas.

“Kebijakan Pemerintah pada tahun 2005 akan lebih besar dari angka Rp 21,5 triliun, karena akan mencapai Rp 25 triliun lebih,” jawab Fasli.