Warta

Budidaya Padi dengan “Teknik SRI” Atasi Kerusakan Lingkungan

NU Online  ·  Jumat, 18 Januari 2008 | 01:24 WIB

Bogor, NU Online
Budidaya padi dengan teknik System of Rice Intensification (SRI) merupakan solusi dalam menjawab kerusakan lingkungan. Teknik SRI dikenal hemat air dan membantu mengatasi kerusakan lingkungan. Pasalnya, penggunaan air yang berlimpah dalam budidaya padi, ikut menyumbangkan emisi gas rumah kaca.

Menurut Director of Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development, Prof Dr Norman Uphoff, teknik SRI merupakan solusi dalam mengatasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan budidaya padi. Dengan hemat air, teknik ini ikut mengurangi degradasi lahan dan membantu meningkatkan perbaikan lingkungan.<>

Rabu (16/1) lalu, Prof Norman didatangkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia menyampaikan presentasi mengenai keunggulan teknik SRI dalam budidaya padi.  Ia didatangkan secara khusus oleh Fakultas Pertanian IPB, dan mendapatkan perhatian luas warga IPB. Sedikitnya, 500 peserta yang terdiri dari para guru besar, dosen, dan mahasiswa di lingkungan IPB, memadati auditorium Toyyib Hadiwijaya. Hadir pula para pakar dan pengamat ekonomi pertanian nasional, sebagaimana yang dilaporkan Kontrubutor NU Online Ahmad Fahir.

Untuk diketahui, teknik SRI pertama kali ditemukan pada tahun 1983 di Madagascar. Teknik SRI ditemukan oleh seorang biarawan Yesuit asal Prancis bernama FR. Henri de Laulani, SJ. Namun teknik SRI terkenal hingga diterapkan di 36 negara berkat promosi Prof Dr Uphoff.

Menurut Uphoff, di Indonesia sebetulnya SRI telah lama dikembangkan, yakni sejak tahun 1999. Saat itu, uji coba dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi, Jawa Barat pada musim kemarau dengan hasil 6,2 ton/ha dan musim hujan dengan hasil rata-rata 8,2 ton/ha.

Lantas apa keunggulan teknik SRI? Uphoff mengatakan, teknik SRI sangat hemat air (pemberian air maksimal 2 cm dan paling baik macak-macak sekitar 5 mm) dan ada periode pengeringan hingga tanah pecah-pecah (irigasi terputus). Selanjutnya, teknik ini juga hemat biaya, hemat waktu, dan produksi umumnya meningkat.

Lebih lanjut ia mengemukakan, teknik SRI sudah diperkenalkan dan diterapkan di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Jawa Barat, Bali, NusaTengara Barat, , Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

“Metode ini dapat meningkatkan produktivitas padi antara 50 hingga 100%. Selain itu, metode ini juga dapat membantu memperbaiki kerusakan lingkungan,” ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Agronomi dan Holtikultura Fakultas Pertanian IPB, Prof Dr Surjono Hadi Sutjahtjo, MS, mengungkapkan, teknik SRI merupakan jawaban terhadap kegelisahan masyarakat dunia akan ancaman nyata pemanasan global. Utamanya yang ditimbulkan akibat budidaya padi konvensional, yang boros penggunaan air. Teknik ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperbaiki kerusakan lingkungan serta degradasi lahan.

“Teknik budidaya SRI sudah lama ditemukan, namun baru sekarang sampai ke kita. Ke depan, saya piker teknik ini akan diminati dan semakin banyak masyarakat yang menerapkan,” kata pria yang juga Pembina KMNU-IPB.

Lebih lanjut, Surjono yang kini menjabat Ketua Program Studi Magister dan Doktor Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana IPB, memaparkan, tingkat novelty teknik SRI sangat tinggi. “Teknik ini dapat menjadi salah satu solusi pemanasan global. Mengapa? Karena tanaman sebetulnya dapat merenggang perubahan lingkungan lebih baik. Melalui teknik ini, budidaya tanaman akan lebih ramah lingkungan,” tegasnya. (amf/ipb)