Banyaknya berbagai jenis jajan kue dan makanan ringan lainnya tidak melemahkan keinginan masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk membuat berbagai macam jajan tradisional khas Lombok pada Hari Raya Idul Fitri terutama poteng atau tape yang terbuat dari ketan.
Poteng merupakan jajan khas Lombok yang selalu ditanyakan para tamu ketika mengadakan silaturrahmi setelah salat Idul Fitri, untuk itu, tidaklah heran jika berkunjung ke rumah tetangga jajan poteng selalu tersedia.<>
Inaq Raisah (50) salah seorang warga Mataram yang juga ahli membuat poteng mengatakan, poteng terbuat dari ketan baik ketan hitam maupun putih yang selalu disajikan setiap hari besar Islam termasuk Maulid Nabi.
Cara membuatnya ketan yang akan dibuat poteng terlebih dahulu dibersihkan kemudian dicuci dan dimasak. Setelah dimasak diberikan pewarna hijau dengan memakai daun sager sejenis sayur.
Setelah diberikan pewarna lalu ketan dianginkan hingga dingin kemudian diberikan tape atau bubuk pemanis yang akan membuat poteng menjadi lezat dan enak.
Dikatakan, ibu-ibu yang membuat poteng harus dalam keadaan suci artinya tidak dalam kedatangan bulan (haid), sebab jika ibu-ibu yang membuat poteng dalam keadaan datang bulan potengnya bisa rusak.
Sebaiknya pembuatan poteng khususnya ketika akan menaburkan bubuk tape di ketan dilakukan setelah selesai shalat sehingga ibu-ibu masih dalam keadaan bersih atau berwudhuk.
"Jika poteng dibuat dengan cara demikian insya Allah dijamin potengnya akan manis dan lembut. Poteng akan lebih manis dan airnya semakin banyak jika yang membuat itu adalah ibu-ibu atau gadis yang `jabut` atau tumbuh bulu di tangan atau tangannya berbulu," katanya.
"Selain jajan poteng dibuat juga jajan sagon, tarek dan keciprut sementara tamu yang berkunjung lebih senang mencicipi jajan tradisional ketimbang jajan-jajan yang dibeli di toko," jelasnya.
Tradisi lain yang tetap dilakukan oleh masyarakat Lombok adalah melakukan ziarah kubur terutama ke makam keluarga seperti ibu, bapak, kakek maupun paman.
Masyarakat terasa berat bahkan terasa masih berutang jika pada hari raya tidak melakukan ziarah kubur demikian juga jika akan bepergian terasa tidak anak karena belum ziarah kubur.
Untuk itu, ziarah kubur harus diupayakan baik sebelum melaksanakan shalat hari raya maupun setelah sembahyang hari raya.
Ratusan bahkan ribuan masyarakat berbondong-bondong mendatangi makam keluarga dengan membawa sanak saudara. Ziarah ke kuburan dilakukan oleh masyarakat sehabis salat subuh atau sebelum sembahyang hari raya, setelah sembahyang hari raya dan setelah shalat ashar.
Dari pemantauan di Mataram, makam atau kuburan yang paling ramai dikunjungi masyarakat antara lain makam Mas-Mas, Sibat, Karang Medain, dan makam Gatep di Mataram.
Ibu-ibu yang akan berziarah tidak hanya berangkat dengan suami istri, tetapi juga anak-anaknya bahkan yang masih bayi pun ikut diboyong ke kuburan dan membawa kocor atau ceret untuk tempat air yang di dalamnya berisi bunga.
Selesai zikir dan berdoa anak-anak atau bayi diberikan minum air dari ceret sekaligus membasuh muka dengan tujuan agar anak tersebut menjadi orang yang berguna kepada agama, bangsa dan negara.
Hj. Nurjannah (50) salah seorang peziarah mengatakan, ziarah kubur dilakukan hampir setiap hari raya idul fitri dan hari raya Idul Adha dengan tujuan ingat kepada orang tua sekaligus ingat akan kematian.
Sedangkan anak-anak yang diberikan minum sekaligus basuh muka dengan air ceret yang telah didoakan yang biasa disebut bejanjam atau mengucapkan kata-kata yang baik seperti semoga anak ini menjadi pandai, soleh dan alim.
"Bejanjam seolah wajib dilakukan bagi setiap penziarah kubur dianggap cukup bermanfaat bagi-anak-anak, sehingga setiap ziarah kubur anak-anak selalu dibawa," katanya.
Sementara itu, Kakanwil Depag NTB, Drs. H. Suhaimi Ismy mengatakan, umat Islam diperbolehkan untuk ziarah kubur, karena dengan ziarah mereka akan ingat mati.
Sebelumnya, Nabi pernah melarang umatnya untuk ziarah kubur, karena imannya masih lemah, tetapi setelah itu Nabi menganjurkan untuk ziarah kubur.
"Orang yang ziarah kubur ketika berdoa bukan meminta kepada yang telah meninggal, tapi meminta kepada Allah SWT untuk disampaikan segala hajatnya,` katanya. (ant/mad)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
6
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
Terkini
Lihat Semua