Jakarta, NU Online
“Aceh adalah daerah yang punya kegaraman dan sekaligus keunikan budaya yang sangat khas di Nusantara, karena itu setiap bentuk bantuan, baik yang bersifat materi maupun non materi hendaklah memperhatikan adat dan budaya Aceh, sehingga tidak merusak tradisi yang ada, sebaliknya malah diharapkan bisa menumbuhkan lagi tradisi yang ikut pudar. Kita semua tahu bahwa di Aceh memiliki keragaman budaya, agama dan bahasa, karena itu pengiriman ustaz, dan pembinaan pesantren pada umumnya harus mempertahankan adat dan aliran umat Islam yang ada” demikian komentar KH Ibrahim Bardan, tokoh ulama Aceh menanggapi besarnya bantuan masyarakat luar terhadap bencana di Aceh, khususnya dalam bidang pendidikan dan keagamaan..
<>Selanjutnya ulama sepun yang memimpin pesantren di Panton Labu itu menjelaskan bahwa Islam di Aceh terdapat beberapa aliran, ada yang modernis ada yang tradisionalis dan ada yang ditengah-tengah, karena itu pengiriman ustaz atau kiai harus sesuai dengan aliran yang dimiliki, sebab kalau tidak nanti terjadi kegoncangan, karena terjadi pemaksaan satu mazhab pada kelompok mazhab yang lain. Ia menegaskan hal itu karena khawatir keresahan masyakat kembali timbul justeru di saat dalam kesedihan.
“Saya kira apa yang saya sampiakan itu tidak untuk menyulitkan para relawan, sebab di luar Aceh banyak terdapat aliran Islam baik yang modern maupun tradisional, yang siap diperbantukan ke Aceh. Demikian juga kalau bantuan itu disertai bantuan kitab, maka kitab juga harus disesuaikan. Sebab apa yang diajarkan di pesantren salaf yang ada di Jawa, kitab kuning misalnya juga di ajarkan di beberapa pesantren Aceh. Demikian juga terekat yang berkembang di Aceh juga sama yang berkembang di Jawa atau di tempat lainnya, kalupun ada perbedaan hanya beberapa amaliah nya saja.” Demikian ketua Himpunan Ulama Dayah Se Aceh (HUDA) itu menjelaskan pada NU Online.
“Bagaimanapun daruratnya keadaan, para pemberibantuan mesti tetap bersikap dingin, jangan sampai malah memancing di air keruh, malah berusaha menyebarkan ajarannya pada masyarakat yang lagi sengsara, padahal belum tentu ajaran tersebut sesuai dengan keyakinan masyarakat. Di situlah sebelum memberi bantuan yang sifatnya pengajaran keagamaan harus diklihat latar belakang keislamannya, agar tidak terjadi pencampuradukan aliran. Berbeda dengan bantuan fisik, materi bisa diberikan dan harus diberikan pada siapam saja, tetapi bantuan keagamaan tidak bisa digebyah uyah, karena setiap orang memiliki keyakianan yang berbeda, sementara perbedaan keyakinan dalam agama, sangat sensitif untuk dicampurtangani apalagi diubah”
Kepengurusan masjid, madrasah atau pesantren yang telah direhabilitasi hendaklah dikembalikan pada masyarakat pemangkunya, agar tetap sesuai dengan tradisi keagamaan semula, jangan sampai masjid, pesantren atau madrasah yang baru direhabilitasi pengelolaannya diserahkan pada orang lain yang beda aliran, lalu digunakan untuk mengajarkan aliran lain. Itu pasti akan memancing keributan masyarakat. Pesan yang saya sampaikan ini mohon diperhatikan oleh semua pihak, bukan untuk mempersulit bantuan, tetapi semata untuk menjaga ketenteraman masyarakat dan keutuhan tradisi” . Demikian Abu Panton mengakhiri perbincangannya dengan NU Online. (Bregas NA)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
2
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
3
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
4
Gus Yahya Dorong Kiai Muda dan Alumni Pesantren Aktif di Organisasi NU
5
Khutbah Jumat: Menolong Sesama di Tengah Bencana
6
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara
Terkini
Lihat Semua