Warta

Awal Ramadhan NU Tunggu "Rukyatul Hilal"

NU Online  ·  Jumat, 8 Oktober 2004 | 08:07 WIB

Jakarta, NU.Online
Pimpinan Pusat Lembaga Falakiyah Nahdlatul 'Ulama (PP LFNU) KH Ghozali Masruri mengatakan NU secara resmi belum menetapkan 1 Ramadhan 1425 H karena NU mendasarkan pada rukyah dan metode istikmal (penyempurnaan bilangan bulan yang sedang berjalan) dalam mengambil keputusan dan itu baru akan dilakukan pada tanggal 14 Oktober 2004 di seluruh Indonesia.

Hal ini dijelaskan sehubungan dengan pernyataan Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menetapkan I Ramadhan 1425 H jatuh pada hari Jum’at, 15 Oktober 2004. Keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil hisab hakiki.  Berdasarkan perhitungan hisab PP Muhammadiyah, ijtima’ menjelang Ramadhan 1425 H terjadi pada Kamis (14/10) pukul 09.49 WIB. Ketinggian bulan saat terbenam matahari di Yogyakarta dan di seluruh wilayah Indonesia berada pada posisi plus 02,5 derajat di atas ufuk, yang artinya bulan sudah berada di atas ufuk (hilal/bulan baru sudah wujud). Oleh karena itu, 1 Ramadhan ditetapkan jatuh pada hari Jumat, 15 Oktober 2004.

<>

Menanggapi itu Ghozali Masruri mengatakan, jika menggunakan hisab memang awal ramadhan itu jatuh pada tanggal 14 Oktober,  tetapi pedoman kita tidak semata-mata menggunakan hisab, ada rukyatul hilal dan istikmal, "Sedangkan hisab itu kedudukannya hanya sebagai pendukung, jadi untuk memudahkan rukyah itu dikontrol oleh hisab, dengan lain perkataan hisab sebagai karya ilmiah itu perlu dikontrol tingkat akurasinya dengan observasi di lapangan  yang dalam bahasa Nahdlatul 'Ulama disebut dengan rukyatul hilal,"  paparnya ketika dihubungi NU Online, Jum’at (8/10)

Ia menjelaskan Rasululah sendiri tidak pernah meramal jauh-jauh hari, tapi kalau sekadar ramalan jangankan besok, 10 tahun yang akan datang kapan hari raya juga bisa. Dalam konteks ini NU mempunyai azaz di dalam mengamalkan agama itu selalu mendahulukan  azaz  ta'abud (ketundukan, ketaatan dan penghambaan) artinya taat, lalu barulah ta'aqul (rasionalisasi) penggunaan rasio, rasio tidak boleh didahulukan, kalau Mu'tazilah kan rasio dulu. setelah itu baru kalau akalnya menerima barulah dia menyerahkan pilihan keputusan. "kalau NU tidak, kita ta'ati dulu ajaran alqur'an dan sunnah untuk menyempurnakannya itu barulah akal kita mendasarkan pada akal supaya lebih sempurna ibadahnya," tegasnya.

Sedangkan ketika ditanyakan mengenai patokan dasar yang dapat dijadikan pijakan apakah NU sudah menetapkan, ia menjawab NU mendasarkan pada rukyatul bil fi'li sesuai dengan tuntutan rasullulah, yang menjelaskan tidak kurang  ada 23 hadist yang menyuruh berpuasa ataupun berhari raya dengan terlebih dahulu melihat rukyatul hilal. "kalo kita bisa, namun kalau terhalang matahari atau cuaca yang tidak memungkinkan rukyat kita harus menggunakan istikmal," terang alumnus pesantren Krapyak Djogja ini.

Lebih jauh ia mengatakan, sesuai dengan paham yang diyakini NU bahwa melakukan rukyah itu suatu kewajiban ibadah. "Jadi itu fardu kifayah, orang melihat bulan lalu berpuasa, kalau kewajiban berpuasa atau berhari raya menjadi keputusan pemerintah maka, harus berdasarkan pada rukyah," katanya. Dan kalau pemerintah memutuskan tidak berdasarkan pada rukyah NU pasti menolak dengan cara membuat siaran sendiri kepada seluruh wilayah dan cabang-cabangnya diseluruh Indonesia.

Dijelaskan Ghozali tentang apakah kira-kira ada perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU dalam menetapkan awal ramadhan ? Ia menjelaskan, "kalau perkiraan Insya Allah tidak ada  perbedaan dengan Muhammadiyah termasuk dengan ormas yang lain dan dengan pemerintah, alasannya karena  menurut perhitungan hisab sekarang masih di bawah ufuk, tapi kita (NU) tetap belum bisa memastikan," tandasnya.

Sementara itu, informasi yang dihimpun dari Humas Departemen  Agama menyebutkan, Sidang Itsbath penetapan 1 Ramadhan akan  dilakukan pada Kamis (14 Oktober 2004) mulai jam 17.30 WIB, yang akan dihadiri MUI dan seluruh Ormas Islam.Seperti tahun-tahun sebelumnya, Sidang Istinbath akan didahului dengan "rukyatul hilal" (melihat bulan baru) yang dilakukan di 323 Pengadilan Agama dan 25 Pengadilan Tinggi Agama di seluruh Indonesia. (Cih)