Warta

Arbi Sanit: “Partai Islam Harus Melakukan Reposisi”

NU Online  ·  Sabtu, 15 November 2003 | 12:00 WIB

Jakarta, NU Online
Problema utama yang dihadapi partai Islam adalah dia menamakan diri sebagai partai Islam, tetapi tidak dapat mewakili umat Islam dan tidak dapat memenangkan dan memperjuangkan umat Islam, seperti kesejahteraan ekonomi, keadilan, pekerjaan yang mapan, ketenangan menjalankan ibadah dll.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh pengamat politik Arbi Sanit dalam acara Pelantikan Pengurus Cabang PMII Jakarta Timur yang sekaligus diisi dengan diskusi “Reposisi Partai Islam dalam Pemilu 2004” di kantor PP GP Ansor Jakarta (15/11).

<>

“Jadi partai Islam seperti partai minoritas yang berlagak mewakili mayoritas namanya Islam, tetapi pengikutnya minim,” ungkapnya Melihat kondisi seperti itu harus dilakukan satu reposisi atau perubahan. Jadi melihat kembali hubungannya dengan masyarakat dan negara, dimana posisi mereka, cara pandang hubungannya dengan masyarakat, negara, dll, inilah yang harus di rubah.

Hal yang juga harus diubah adalah sikap perbuatan dan tingkah laku dari organisasi partai Islam tersebut. “Apakah mereka benar-benar memperjuangkan umat Islam atau hanya menjual nama. Selanjutnya yang harus diubah adalah azas partai. Berapa banyak partai yang menamakan diri sebagai partai Islam dibandingkan dengan partai nasionalis, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk menang.” Tambahnya.

Dosen UI tersebut mengatakan bahwa inilah yang disebut sebagai paradigma kalah, yaitu yang penting bikin partai, menang atau kalah urusan belakangan. Kalau paradigma menang, yaitu membikin partai untuk menang, menguasai negara, dll, baru bisa memperjuangkan secara riil rakyat sebagai wakilnya. “Sebenarnya hanya perlu sedikit partai Islam atau bahkan hanya satu yang penting bisa memperjuangkan keinginan umat Islam itu paradigma yang harus dipakai,” tegasnya.

Kalau memang mau menang partai Islam harus bersatu, harus berjuang secara bersama-sama, harus merubah ideologinya, pandangannya, nah itulah reposisi itu. Bagaimana reposisi ideologis kalau yang dipakai ideologi Islam. Mereka akan berantem dengan partai sekuler. “Sebaiknya orang Islam membikin partai terbuka, seperti apa, contohnya PKB dan PAN. Ia tidak menginginkan negara Islam berdiri akan tetapi masyarakat yang Islami sudah mencukupi.” tambahnya.

Reposisi kedua adalah reposisi kepemimpinan, mereka banyak tetapi tidak bisa bekerjasama, tidak mau mengakui hierarki senioritas antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini menyebabkan tidak adanya bangunan sistem kepemimpinan dalam Islam.

Kalau tidak ada sistem kepemimpinan, ya buyar. Solusinya dapat seperti konvensi Golkar dimana setiap calon presiden dari partai Islam dijadikan sebagai kandidat presiden dan masing-masing dipilih oleh rakyat sampai ditemukan kandidat terkuat. Kedua adalah dengan menentukan melalui partai yang memiliki suara paling banyak yang harus didukung.

Menurut Arbi Sanit gabung saja semua partai Islam seperti pada tahun 1950 dalam Masyumi. Dalam hal ini dapat dibentuk fusi namun tetap ada fraksi dalam partai tersebut, misalnya PKB untuk warga NU dan PAN untuk warga Muhammdiyah, dll. Basis pemilihannya juga harus dirubah, yaitu basis masyarakat majemuk (terpisah) menjadi berbasis masyarakat yang plural (sisem terpadu). Mereka akan merasa dalam satu sistem dan kepemimpinan bersama.(mkf)