Satu kelompok aktivis Arab Saudi telah minta dalam satu petisi akan pembaruan luas lembaga-lembaga politik yang akan mengurangi peran keluarga kerajaan dan langkah kerajaan ke arah monarki konstitusional.
Dalam petisi yang dikirim kepada Raja Abdullah dan pemimpin lainnya, ke 77 aktivis HAM dan pengacara itu minta pembentukan parlemen yang dipilih dan perdana menteri bukan-raja untuk menjalankan pemerintahan.<>
Surat itu tidak sampai minta monarki konstitusional, permintaan yang pada 2003-2004 menyebabkan penangkapan sejumlah aktivis. Menurut kelompok aktivis ini, Arab Saudi memerlukan keseimbangan wewenang dan kekuasaan antara lembaga-lembaga yang berbeda "sama dengan apa yang dilaksanakan di sejumlah monarki konstitusional seperti Inggris, Jordania dan Maroko."
"Monarki konstitusional" adalah istilah yang jarang digunakan untuk monarki yang mana raja adalah kepala negara tapi pemerintah dipimpin oleh perdana menteri. Di monarki absolut Saudi, Raja Abdullah adalah perdana menteri sementara saudara tirinya Pangeran Sultan bin Abdul Aziz dan Pangeran Nayef bin Abdul Aziz adalah wakil perdana menteri.
"Kami minta agar perdana menterinya orang biasa untuk meringankan tanggungjawab dan untuk menunjukan prinsip-prinsip sirkulasi yang berkuasa," kata mereka. Mereka menambahkan permintaan pada "pembatasan masa anggota keluarga kerajaan yang ditunjuk dalam jabatan-jabatan pemerintah".
Permintaan pada pembaruan politik itu tiba sebagai bagian dari surat tertanggal Rabu yang mengkritik pembukaan pengadilan rahasia pada hampir seribu pengikut garis keras, sebagian besar dtangkap segera sesudah kampanye serangan yang dikaitkan dengan al Qaida pada 2003-2005. Para aktivis itu juga minta pemisahan bagian pemerintah eksekutif, legislatif dan judikatif yang terjalin dengan dekat sekarang ini.
Dewan legislatif Shura seluruhnya ditunjuk oleh raja dan memiiki beberapa kekuasan untuk memeriksa lembaga lainnya, meskipun Raja Abdullah makin membolehkan badan itu untuk menyelidiki kebijakan dan operasi berbagai kementerian. Penandatangan petisi itu menekankan permintaan untuk mengadakan pemilihan, khususnya untuk parlemen.
Arab Saudi mengadakan pemilihan pertamanya pada 2005, untuk 178 anggota dewan kota. Putaran pemilihan baru diperkirakan tahun ini tapi hingga sekarang belum ada pengumuman yang disampaikan.
"Akan menjadi kepentingan terbaik monarki jika rakyat diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan dan diberi pilihan, dan suara. Perubahan itu akan menghasilkan kompetisi yang sehat dan akan memungkinkan demokrasi uttuk menang," kata mereka.
Para aktivis itu juga merekomendasikan agar parlemen yang terpilih memiliki peran dalam memutuskan penggantian takhta. Ketetapan yang berlaku mengatakan suksesi akan diputuskan oleh raja dan Komisi Kesetiaan, daban dari para pangeran senior yang dibentuk pada 2006 untuk membantu memutuskan ahli waris takhta yang akan datang. (ant/mad)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
4
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
5
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua