Syariah

Sesali Perbuatan Dosa, Bacalah Munajat Syekh Ramadhan al-Buthi Ini!

Ahad, 22 Desember 2019 | 16:30 WIB

Manusia tak luput dari perbuatan dosa, baik kecil maupun besar. Kemaksuman (keterjagaan dari dosa) di kalangan manusia hanya diberikan Allah kepada para nabi dan rasul. Meski demikian, nyatanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam rutin meminta ampunan kepada-Nya. Bila Nabi Muhammad saja—yang suci dan sudah dijamin masuk ke surga—masih memohon ampunan kepada Allah setiap harinya, bagaimana dengan kita yang lemah dan kerap lalai ini?

 

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan:

 

وعَنْ أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ :وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

 

Dari Abu Hurairah RA beliau berkata,“Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah aku sungguh memohon ampun dan bertobat kepada Allah setiap harinya lebih dari tujuh puluh kali” (HR. Al-Bukhari)

 

Meski hal yang niscaya bahwa manusia akan berbuat dosa, bukan berarti hal tersebut diperbolehkan oleh agama. Walaupun Allah selalu memberikan kesempatan kepada hambanya untuk bertobat, bukan berarti mengulang-ulang perbuatan maksiat adalah halal.

 

Yang penting manusia lakukan adalah menyeimbangkan antara sifat khauf dan raja`. Khauf adalah takut terhadap siksa, juga rasa bersalah dan menyesal ketika melakukan perbuatan dosa. Adapun raja` adalah rasa penuh harap akan karunia berupa surga sebagai balasan dari ketaatan yang dilakukan.

 

Manusia tak jarang dihinggapi kesulitan untuk meninggalkan maksiat. Usai berbuat dosa, bisa jadi ia menyesal, tapi di hari-hari berikutnya perbuatan itu terulang kembali, kemudian menyesal lagi, dan begitu seterusnya.

 

Ketika dalam keadaan demikian, maka jalannya adalah tobat lagi dan lagi, tak ada lain, dan jangan lupa untuk meyakinkan bahwa hal ini tidak terulang kembali. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

لَوْلَا أَنَّكُمْ تُذْنِبُونَ لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُونَ يَغْفِرُ لَهُمْ

 

Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka” (HR. Muslim)

 

Hadits di atas seakan adalah sabda penghibur bagi hati yang sedang diselimuti lara dan kesedihan akibat penyesalan dosa. Pernyataan Rasulullah tersebut secara implisit menegaskan bahwa Allah adalah Maha Pengampun.

 

Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam ceramahnya sering sekali memberikan tausyiah terkait luasnya pintu ampunan Allah subhanahu wata’ala. Beliau selalu menyampaikan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang tak terbatas, hinga beliau menyarankan bagi seseorang jika terjatuh dalam kubangan maksiat hendaknya menyesal dengan sangat, menangislah sebisanya, kemudian memohon ampun sembari merenung:

 

 

يَا رَبِّي أَنَا ضَعِيْفٌ، أَنَا لَا أَمْلِكُ مِنْ أَمْرِ نَفْسِي شَيْئاً، مَا عَصَيْتُكَ حِيْنَ عَصَيْتُكَ اسْتِكَبَاراً عَلَى أَمْرِكَ وَلَكِنْ لِسَابِقَةٍ سَبَقَ بِهَا قَضَاؤُكَ، هَا أَنَا ذَا بَيْنَ يَدَيْكَ، تُبْتُ إِلَيْكَ لَكِنْ أَعِنِّي يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، أُبْتُ إليك لَكِنْ خُذْنِي إِلَيْكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، خُذْنِي مِنْ نَفْسِي يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، إِنَّ نَفْسِي الأَمَّارَةَ تَغَلَّبَتْ عَلَيَّ، أَجَلْ وَفِّقْنِيَ اللَّهُمَّ لِلتَّغَلُّبِ عَلَيْهَا.

 

Wahai Tuhanku, aku lemah, aku tidak dapat menguasai diriku sama sekali. Tidaklah aku mendurhakai-Mu karena kesombonganku kepada-Mu, melainkan karena peristiwa yang Engkau tetapkan atasku. Inilah aku di hadapan-Mu, aku bertobat kepada-Mu, akan tetapi tolonglah diriku wahai Tuhan semesta alam, aku bertobat kepada-Mu, tuntunlah aku menuju Engkau, wahai Tuhan semesta alam, tuntunlah diriku dari nafsuku wahai Tuhan semesta alam, sesungguhnya nafsuku dapat mengalahkanku. Ya Allah bantulah aku untuk mengatasinya (Diambil dari khutbah Shalat Istisqa` Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi, 23/10/2009).

 

Semoga kita dapat senantiasa memohon ampun kepada Allah SWT, dan menjadi orang yang baik. Sebagaimana dawuh KH Maimun Zubair, “Orang yang baik itu tidak menyepelekan dosa meskipun kecil dan tidak sombong ketika punya amal meskipun banyak.”

 

 

 

Amien Nurhakim, mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darussunnah