Syariah

Istinja dengan Air Kemasan

Sab, 15 Juni 2019 | 07:30 WIB

Selain tanah dan sejumlah benda kering-kesat, air menjadi benda penting dalam urusan istinja. Air ditunjuk menjadi benda yang dianggap sah dalam proses istinja, penyucian diri pemeluk Islam setelah buang air kecil maupun air besar.

Selagi benda itu masih layak disebut sebagai ‘air’, maka ia dinilai sah digunakan istinja. Hanya saja para ulama membagi air menjadi tiga kategori: muthlaq, mustakmal, dan mutanajjis. Muthlaq meliputi air murni yang bersih warna, rasa, dan baunya. Secara hukum, air muthlaq sah dipakai istinja.

Sementara mustakmal merupakan air muthlaq yang sudah digunakan untuk bersuci baik mandi junub maupun berwudhu. Bagi hukum agama, air mustakmal tidak sah dipakai untuk bersuci dan istinja. Sedangkan air mutanajjis merupakan air sudah berbaur dengan najis. Air ini tentu tidak boleh dipakai untuk menghilangkan najis atau bersuci.

Belakang ini, air kemasan mulai akrab digunakan masyarakat. Air kemasan umumnya digunakan untuk keperluan minum. Tetapi apa jadinya kalau air kemasan ini dipakai untuk istinja. Di dalam kitabnya, Imam Bajuri menjelaskan bahwa penggunaan air bersih hasil pengolahan yang bercampur dengan unsur kimia, dibolehkan untuk bersuci atau istinja. Karena, air kemasan itu masih terbilang dalam kategori air muthlaq.


فان لم تمنع إطلاق اسم الماء عليه بأن كان تغيره بالطاهر يسير أو بمايوافق الماء فى صفاته وقدر مخالفا ولم يغيره ولم يسلب طهوريته فهو مطهر لغيره


“Bila sesuatu tidak menghalangi kemutlakan nama air – seperti sedikit terjadi perubahan air karena bercampur dengan benda suci lain atau suatu zat yang sifatnya menyerupai air dan dinilai berbeda sejauh meskipun tidak mengubah keadaan air dan menghilangkan kesuciannya, maka air itu tetap dinilai sah untuk menyucikan.” Wallahu A‘lam. (Alhafiz Kurniawan)


Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Selasa, 04 Juni 2013 pukul 08:00. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.

Terkait

Syariah Lainnya

Lihat Semua