Tasawuf/Akhlak

Takut kepada Allah yang Terpuji dan yang Tercela

Sel, 21 September 2021 | 02:30 WIB

Takut kepada Allah yang Terpuji dan yang Tercela

Rasa takut kepada Allah ideal adalah yang sewajarnya, proporsional, dan moderat.

Takut kepada Allah merupakan sikap terpuji. Takut kepada Allah dapat melahirkan kebaikan-kebaikan. Takut kepada Allah membuat seseorang berhati-hati dalam menjalani kehidupan agar tidak melanggar larangan agama.

 

Takut kepada Allah yang Terpuji

Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa takut merujuk pada hati yang “luka” dan “terbakar” karena memikirkan sesuatu yang tidak menyenangkan di masa mendatang. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 162).

 


Takut kepada Allah mendapat apresiasi dari Allah swt. Pada ayat ini takut kepada Allah terbatas pada kalangan ulama atau mereka yang mengetahui kebesaran dan kuasa-Nya. 


اِنَّمَا يَخْشَى اللٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ


Artinya, “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama,” (Surat Fathir ayat 28).

 


Rasulullah saw dalam berbagai riwayat juga mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling takut kepada Allah.


أنا أخوفكم لله


Artinya, “Aku orang di antara kalian yang paling takut kepada Allah.” (HR al-Bukhari).


Rasulullah saw dalam riwayat ini menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah. 


والله إني لأخشاكم لله وأتقاكم له 


Artinya, “Demi Allah, ku orang di antara kalian yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah.” (HR al-Bukhari).


Adapun pada riwayat berikut Rasulullah saw menyatakan hubungan ilmu atas kebesaran Allah dan ketakwaan kepada-Nya.


والله إني لأعلمهم بالله وأشدهم له خشية


Artinya, “Aku orang di antara kalian yang paling tahu dan paling takut kepada Allah.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Takut kepada Allah yang Tercela

Imam Al-Ghazali mengatakan, takut kepada Allah merupakan sikap terpuji sejauh ketakutan itu menjadi motivasi bagi seseorang untuk meningkatkan amal saleh dan ilmunya. Tetapi ketika ketakutan kepada Allah tidak membuahkan ilmu dan amal saleh, maka rasa takut hanya menjadi penyesalan, takut yang tercela kepada Allah.


اعلم أن الخوف محمود وربما يظن أن كل ما هو خوف محمود فكل ما كان أقوى وأكثر كان أحمد وهو غلط بل الخوف سوط الله يسوق به عباده إلى المواظبة على العلم والعمل لينالوا بهما رتبة القرب من الله تعالى


Artinya, “Ketahuilah, takut kepada Allah adalah hal terpuji. Tetapi,  kadang orang mengira, ketika semua rasa takut itu terpuji, maka kebanyakan dan kekuatan rasa takut dari sewajarnya menjadi lebih terpuji, ini justru keliru. Takut kepada Allah merupakan pecut-Nya yang memotivasi hamba-Nya untuk tetap menambah ilmu dan amal saleh agar dengan keduanya mereka dapat mendekatkan diri kepada-Nya,” (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H]: juz IV/164).

 

 

Takut kepada Allah yang Ideal

Binatang dan anak-anak, kata Imam Al-Ghazali sebagai ilustrasi, tentu memerlukan “cambuk” untuk memotivasi mereka. Tetapi bukan berarti kebanyakan “pukulan,” “cambukan”, ancaman, atau hukuman menjadi hal yang terpuji. Itu justru menjadi rasa takut yang tercela.


Rasa takut kepada Allah memiliki takaran. Ada rasa takut seseorang yang rendah kepada Allah, ada yang berlebihan, dan ada yang sewajarnya. Rasa takut yang terpuji dan ideal adalah takut kepada Allah yang wajar, proporsional, dan moderat (al-I’tidal wal wasath). (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H]: juz IV/164).

 


Rasa takut seseorang pada (siksa, azab, dan hukuman) Allah yang berlebihan dari sikap sewajarnya sehingga menimbulkan putus asa, padahal putus harapan adalah rasa takut yang tercela. Rasa takut yang tercela ini dapat mencegah orang untuk menambah ilmu dan amal salehnya.


Dengan demikian rasa takut yang terpuji dan ideal kepada Allah adalah rasa takut sewajarnya yang membangkitkan semangat orang untuk menambah ilmu dan amal salehnya secara wajar. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)