Tasawuf/Akhlak

Macam-macam Penyakit Hati dan Badan

Ahad, 28 Februari 2021 | 16:00 WIB

Macam-macam Penyakit Hati dan Badan

Ada dua jenis sakit, yakni sakit hati (maradl qulûb) dan sakit badan (maradl abdân), yang keduanya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Kesehatan merupakan nikmat yang seringkali terabaikan. Merasa sehat, kuat, tanpa keluhan apa pun dalam diri, seringkali membuat seseorang lupa batas-batas normal dalam beraktivitas. Padahal tubuh manusia beserta organ-organnya memiliki kapasitas dan daya fungsi tertentu. Layaknya mesin jika digunakan tanpa aturan, tanpa dibarengi perawatan yang memadai sudah pasti mesin akan cepat rusak dan kehilangan fungsinya. 


Kesehatan adalah saham terpenting dalam menjaga kestabilan produktivitas manusia. Oleh karenanya perlu dipenuhi hak-hak tubuh agar tidak sampai terjadi kerusakan organ yang menyebabkan penyakit. Dimulai dari gaya hidup, pola makan, keseimbangan aktivitas lahir dan batin, dan sebagainya.


Salah satu bentuk menjaga kesehatan adalah dengan mempelajari ilmunya. Ilmu kesehatan merupakan salah satu di antara dua jenis ilmu yang diungkapkan oleh Imam Asy-Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Syekh Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim:


وَقَدْ حُكِيَ عَنِ الشَّافِعِيْ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِ أَنَّهُ قَالَ: أَلْعِلْمُ عِلْمَانِ عِلْمُ الْفِقْهِ لِلأْدْيَانِ وَعِلْمُ الطِّبِّ لِلْأَبْدَانِ

 
Telah diceritakan dari Asy-Syafi’i, beliau berkata “Ilmu terdiri dari dua yaitu ilmu fiqih untuk mengetahui masalah-masalah agama, dan ilmu kesehatan untuk mengetahui kesehatan badan” (Syekh Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’allim, Semarang: Toha Putra, hal. 9).


Salah satu kitab yang cukup fenomenal khusus membahas kesehatan adalah kitab ath-Thib an-Nabawi karya Syekh Syamsuddin bin Muhammad Bin Abi Bakr bin Ayyub Az-Zar’iyi Ad-Damsyiqi atau dikenal dengan Ibn Qayyim al-Jauziyah. Dari sekian banyak penjelasan masalah kesehatan ada statemen menarik dan penting diketahui, yakni terkait salah satu sebab timbulnya penyakit dalam diri manusia adalah menahan sepuluh hal yang semestinya sesegera mungkin dilepaskan.


ألْأشْيَاءُ الَّتِيْ يُؤْذِيْ إِنْحِسَابُهَا وَمُدَافِعَتُهَا عَشْرَةٌ

أَلدَّمُ إِذَا هَاجَ، وَالْمَنِيُّ إِذَا تَتَابِعَ، وَالْبَوْلُ، وَالْغَائِطُ، وَالرِّيْحُ، وَالْقَيْءُ، وَالْعَطَاسُ، وَالنَّوْمُ، وَالْجُوْعُ، وَالْعَطَاشُ وَكُلُ وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الْعَشْرَةِ يُوْجِبُ حَبْسُهُ دَاءً مِنَ الْأَدْوَاءِ بِحَبْسِهِ


“Sepuluh hal yang menahan dan menolaknya menjadi sebab penyakit adalah menahan darah ketika mengalir, air mani yang melebihi kapasitas (sebab tidak dikeluarkan), menahan air kecil (kencing), menahan air besar (berak), menahan angin (kentut), menahan muntah, menahan bersin, menolak tidur, menahan lapar, dan menahan haus. Menahan salah satu dari hal tersebut di atas dapat mendatangkan penyakit dari berbagai jenis penyakit” (Ibn Qayyim al-Jauziyah, ath-Thib an-Nabawi, hal 2-3).


Terdapat beberapa aktivitas dalam tubuh yang manusia sendiri tidak bisa mengendalikannya. Di antaranya adalah mengalirnya darah dalam tubuh, rasa lapar, rasa haus, sistem produksi air mani (sperma), bersin, mengantuk, kebelet buang air besar, air kecil, dan sebagainya. Proses tersebut terjadi secara alamiah, sesuai dengan kondisi tubuh. Demikian ini merupakan bukti kemahakuasaan Allah yang Mahabijaksana, menciptakan makhluk hidup dengan berbagai kelengkapannya.


Jika aktivitas tersebut secara paksa diabaikan oleh manusia, bukan saja akan merusak fungsi organ tubuh, akan tetapi bisa menyebabkan penyakit hingga kematian. Oleh karenanya penting sekali merespons isyarat tubuh. Seperti isyarat rasa lapar berarti tubuh harus diberi makanan, haus harus minum, kebelet buang air harus segera dikeluarkan, mengantuk harus segera tidur, dan sebagainya.


Ibn Qayyim al-Jauziyah menambahkan:


أن قواعد طب الابدان ثلاثة حفظ الصحة والحمية عن المؤذي واستفراغ المواد الفاسدة 


“Sesungguhnya pengobatan badan terdiri dari tiga pokok dasar, yaitu menjaga kesehatan, menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan sakit, dan tidak mengonsumsi makanan dari bahan dasar yang berbahaya.”


Bagian dari ikhtiar manusia memiliki tubuh yang sehat adalah dengan memperhatikan segala kebutuhan badan dan menjauhi segala yang membahayakannya. Mencegah lebih baik daripada mengobati, demikian selogan yang sudah sangat familier di kalangan masyarakat. 


Jenis-Jenis Penyakit

Dalam penjelasannya Ibn Qayyim membagi sakit menjadi dua, yaitu sakit hati (maradl qulûb) dan sakit badan (maradl abdân), yang bagi dia keduanya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Sakit hati pun terdiri dari dua: pertama sakit syubhat (tak jelas hala-haramnya) dan ragu, dan kedua syahwat dan sesat. 


Pertama, penyakit hati berupa syubhat dan keraguan sebagaimana digambarkan dalam Surat al-Baqarah ayat 10:


فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ


“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapatkan azab yang pedih karena mereka berdusta (QS. Al-Baqarah [2]: 10).


Syekh Jalaludin dalam Tafsir Jalalain menafsirkan “sakit” (maradl) dalam ayat itu sebagai keraguan dan nifaq (kemunafikan). Senada dengan hal tersebut Syekh Nawawi dalam Tafsir an-Nawawi mengartikan sakit berupa keraguan dan kegelapan.


Kedua, penyakit hati berupa syahwat. Penyakit jenis ini disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 32:


يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ (شهوة الزنا) وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا (٣٢)


“Wahai istri-istri Nabi, kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemahlembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya (syahwat), dan ucapakanlah perkataan yang baik.”


Menurut Syekh Nawawi, maradl (sakit) dalam ayat itu adalah syahwatu zina (syahwat atau gairah untuk berzina).


Jenis penyakit yang kedua adalah sakit badan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an


لَيْسَ عَلَى الأعْمَى حَرَجٌ وَلا عَلَى الأعْرَجِ حَرَجٌ وَلا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ (٦١)


Tidak ada halangan (dosa) bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, (QS. An-Nur[24]: 61).


Sakit badan inilah yang menjadi sebab adanya rukhshah (dispensasi) dalam hal ibadah. Seperti pelaksanaan shalat dengan duduk bagi yang tidak mampu berdiri, berbuka puasa bagi yang sakit, mencukur rambut bagi yang ihram disebabkan sakit di kepalanya, dibolehkannya tayamum sebagai pengganti wudhu dan sebagainya.

 

Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta