Tasawuf/Akhlak

Ini Alasan Allah Mencintai Masjid dan Membenci Pasar

NU Online  Ā·  Kamis, 6 Desember 2018 | 12:00 WIB

Ini Alasan Allah Mencintai Masjid dan Membenci Pasar

(Foto: @slideshare)

Sejarah menyebutkan Nabi membangun komunitas masyarakat Madinah dengan masjid sebagai porosnya. Umat Islam masa awal banyak berinteraksi dengan Nabi dan sesama umat muslimin di masjid Nabawi.

Tapi Nabi bukan orang yang hanya berdiam di masjid, sibuk dengan ibadah sendiri. Surah Al-Furqan ayat 20 menyebutkan:

ŁˆŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŲ±Ł’Ų³ŁŽŁ„Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽŁƒŁŽ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ±Ł’Ų³ŁŽŁ„ŁŁŠŁ†ŁŽ Ų„ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ§ Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŁŠŁŽŲ£Ł’ŁƒŁŁ„ŁŁˆŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų·Ł‘ŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł…ŁŽ ŁˆŁŽŁŠŁŽŁ…Ł’Ų“ŁŁˆŁ†ŁŽ فِي Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲ³Ł’ŁˆŁŽŲ§Ł‚Ł...

Artinya, ā€œKami tidak mengutus sebelummu para rasul, melainkan sesungguhnya mereka sungguh memakan makanan (seperti kalian) dan berjalan di pasar...ā€

Secara eksplisit ayat tersebut menunjukkan perilaku Nabi sebagaimana manusia umumnya: makan dan minum seperti biasa, juga berinteraksi dan berniaga di pasar. Di masa mudanya Nabi Muhammad pun berdagang-yang dalam prosesnya mempertemukan beliau dengan sosok Khadijah binti Khuwailid.

Nabi pernah menyebutkan dalam hadits tentang kemuliaan masjid dan keburukan pasar. Salah satu hadits yang sering dikutip adalah sebagai berikut:

Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŲØŁŁŠ Ł‡ŁŲ±ŁŽŁŠŁ’Ų±ŁŽŲ©ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„ŁŽ اللهِ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽŲŒ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ: Ā«Ų£ŁŽŲ­ŁŽŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ„ŁŽŲ§ŲÆŁ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ اللهِ Ł…ŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų¬ŁŲÆŁŁ‡ŁŽŲ§ŲŒ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲØŁ’ŲŗŁŽŲ¶Ł Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ„ŁŽŲ§ŲÆŁ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ اللهِ Ų£ŁŽŲ³Ł’ŁˆŁŽŲ§Ł‚ŁŁ‡ŁŽŲ§Ā»

Artinya, ā€œDiriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, ā€˜Negeri (tempat) yang paling dicintai Allah adalah pada masjid-masjidnya, dan tempat yang paling dimurkai Allah adalah pasar-pasarnya,ā€™ā€ (HR Muslim).

Keramaian pasar, dengan segala ingar-bingar, kekumuhan, kerusuhan, dan kongkalikong di dalamnya dipandang sebagai tempat yang buruk dan bahkan, dimurkai Allah. Padahal, perekonomian kita hidup di pasar–terlebih pasar-pasar tradisional.

Lantas apakah jika kita bekerja atau berniaga di pasar, hal itu membuat Allah murka kepada kita?

Terkesan bertentangan antara keterangan ayat di awal artikel ini, dengan hadits di bawahnya. Bagaimana bisa Nabi beraktivitas di tempat yang dimurkai Allah?Ā 

Perlu pemahaman yang lebih bijak tentang maksud, ā€œPasar adalah tempat yang dimurkai Allah.ā€ Hemat penulis, tidak ada yang salah dengan aktivitas niaga di pasar. Mengenai keutamaan masjid dibanding pasar tersebut, Imam An-Nawawi memaparkan dalam Syarah Shahih Muslim berikut:

Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł Ų£ŁŽŲ­ŁŽŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ„ŁŽŲ§ŲÆŁ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł…ŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų¬ŁŲÆŁŁ‡ŁŽŲ§ Ł„ŁŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ ŲØŁŁŠŁŁˆŲŖŁ Ų§Ł„Ų·Ł‘ŁŽŲ§Ų¹ŁŽŲ§ŲŖŁ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų³ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŁ‚Ł’ŁˆŁŽŁ‰ Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲØŁ’ŲŗŁŽŲ¶Ł Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ„ŁŽŲ§ŲÆŁ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų£ŁŽŲ³Ł’ŁˆŁŽŲ§Ł‚ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ł„ŁŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ Ł…ŁŽŲ­ŁŽŁ„Ł‘Ł الْغِِّؓ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų®ŁŲÆŁŽŲ§Ų¹Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų±Ł‘ŁŲØŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų£ŁŽŁŠŁ’Ł…ŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł„Ł’ŁƒŁŽŲ§Ų°ŁŲØŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ„ŁŲ®Ł’Ł„ŁŽŲ§ŁŁ Ų§Ł„Ł’ŁˆŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų„ŁŲ¹Ł’Ų±ŁŽŲ§Ų¶Ł Ų¹ŁŽŁ†Ł’ Ų°ŁŁƒŁ’Ų±Ł Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŲŗŁŽŁŠŁ’Ų±Ł Ų°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ Ł…ŁŁ…Ł‘ŁŽŲ§ فِي Ł…ŁŽŲ¹Ł’Ł†ŁŽŲ§Ł‡ŁĀ 

Artinya, ā€œNabi bersabda, ā€˜tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid’ karena masjid merupakan tempat ketaatan, dan didirikan atas dasar ketakwaan. Sedangkan kalimat ā€˜tempat yang paling Allah benci adalah pasar’, karena di pasar adalah tempat tipu-tipu, riba, janji-janji palsu, dan mengabaikan Allah, serta hal serupa lainnya,ā€ (Lihat Imam An-Nawawi, Syarah An-Nawawi ā€˜ala Sahih Muslim, [Beirut, Daru Ihyait Turats Al-Arabi: 1392 H).

Melalui keterangan Imam An-Nawawi di atas, dapat dipahami bahwa masjid itu mulia karena perilaku orang di dalamnya, demikian halnya di pasar, ia menjadi tempat yang tidak disukai Allah karena hal yang dilakukan di sana.

Menurut Imam As-Suyuthi, sebagaimana dikutip Syekh Ali bin Muhammad bin ā€˜Illan dalam Dalilul Falihin li Thuruq Riyadhus Shalihin hadits di atas adalah bentuk ungkapan tempat dengan disifati atas hal yang dilakukan di dalamnya (majaz washfil makan bi shifati ma yaqa’u fiihi).

Sederhananya, masjid itu mulia bukan sebab ā€˜dirinya sendiri’ atau memang secara dzat-nya sudah mulia, melainkan karena perilaku kebajikan di dalamnya seperti zikir, membaca Al-Quran, shalawat, majelis ilmu maupun aksi sosial.

Demikian pula Allah membenci pasar, karena keburukan yang dilakukan di dalam pasar, baik dari segi perniagaan maupun komunikasi antarsesama. ā€˜Ala kulli hal, tidak ada yang salah dengan aktivitas niaga kita di pasar atau pusat perbelanjaan lain, selama menjaga diri dari tindakan yang dapat merugikan sesama, alih-alih memicu konflik.

Begitupun di masjid, mestinya diisi dengan kegiatan yang baik, bukan dengan hal-hal buruk yang dianggap lumrah di pasar. Caci maki, tipu-tipu, agaknya akan mencederai kemuliaan masjid. Ingat, kemuliaan orang yang ada di masjid bukan semata-mata karena berdiam di sana, tapi tergantung apa yang dilakukan. Wallahu a’lam. (Muhammad Iqbal Syauqi)