Tasawuf/Akhlak

Definisi Wali Allah dalam Kajian Tasawuf

NU Online  Ā·  Ahad, 5 Juli 2020 | 23:15 WIB

Definisi Wali Allah dalam Kajian Tasawuf

Sebagian dari kita bersikap ā€œlancangā€ mengukur kesalehan orang lain dengan menjatuhkan vonis kewalian dan ketidakwalian orang lain. Ini jelas bukan tugas utama kita. (Ilustrasi: madina365.com)

Kita sering mendengar kata ā€œwaliā€ atau ā€œwaliyullahā€ dalam khazanah keislaman, terutama pada kajian tasawuf. Kata ditafsirkan apa saja oleh orang banyak yang umumnya dimaknai sebagai orang yang melekat dengan karamah atau keramat.


Abul Qasim Al-Qusyairi dalam karyanya Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah mengangkat pengertian wali. Ia menyebut dua kemungkinan kandungan makna kata tersebut. Kata ā€œwaliā€ dapat ditarik ke dalam wazan mubalaghah atau wazan fa’īl dengan makna maf’ūl.


ف؄ن Ł‚ŁŠŁ„  فما معنى Ų§Ł„ŁˆŁ„ŁŠ Ł‚ŁŠŁ„ ŁŠŲ­ŲŖŁ…Ł„ Ų£Ł…Ų±ŁŠŁ†: أحدهما أن ŁŠŁƒŁˆŁ† ŁŲ¹ŁŠŁ„Ų§Ł‹ مبالغة من الفاعل؛ ŁƒŲ§Ł„Ų¹Ł„ŁŠŁ…ŲŒ ŁˆŲ§Ł„Ł‚ŲÆŁŠŲ± ŁˆŲŗŁŠŲ±Ł‡ŲŒ ŁŁŠŁƒŁˆŁ† معناه: من ŲŖŁˆŲ§Ł„ŲŖ طاعاته من غير تخلل Ł…Ų¹ŲµŁŠŲ©


Artinya, ā€œJika ditanya, ā€˜Apa makna wali?’ maka jawabnya, ia mempunyai dua kemungkinan. Pertama, kata ā€˜wali’ mengikuti wazan ā€˜faā€˜Ä«l’ sebagai mubalaghah dari fā’il, sejenis makna superlatif (sangat), seperti ā€˜alÄ«m,’ ā€˜qadÄ«r,’ dan semisalnya sehingga makna wali adalah orang yang ketaatannya terus menerus tanpa tercederai maksiat,ā€ (Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 191).


Kedua, kata ā€œwaliā€ bisa juga mengikuti wazan ā€œfaā€˜Ä«lā€ dengan makna mafā€˜Å«l seperti kata ā€œqatÄ«lā€ dengan makna ā€œmaqtÅ«lā€ (yang dibunuh) dan kata ā€œjarÄ«hā€ dengan makna ā€œmajrÅ«hā€ (yang dilukai) sehingga makna wali adalah orang yang dilindungi oleh Allah dengan penjagaan dan pemeliharaan-Nya secara langgeng dan terus menerus. Allah tidak menciptakan baginya kehinaan yang tidak lain kemampuan maksiat. Allah senantiasa memberinya taufiq yang tidak lain kemampuan berbuat ketaatan. Allah berfirman dalam Surat Al-A’raf ayat 196, ā€œDia melindungi orang-orang yang saleh.ā€ (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 191).

Ā 

Dari pengertian ini, muncul istilah mahfūzh atau orang yang dilindungi oleh Allah bagi para wali, satu tingkat di bawah ma'shum, sejenis perlindungan bagi para nabi dan rasul.


Secara umum para wali Allah dapat dikenali meski tidak mudah dipastikannya. Syekh Zarruq menyebutkan tiga sifat utama para wali Allah. Menurutnya, orang yang memiliki tiga sifat ini mungkin wali Allah:


Ų«Ł… Ų§Ł„ŁˆŁ„ŁŠ يعرف بثلاث: ؄يثار Ų§Ł„Ų­Ł‚ŲŒ ŁˆŲ§Ł„Ų„Ų¹Ų±Ų§Ų¶ عن Ų§Ł„Ų®Ł„Ł‚ŲŒ ŁˆŲ§Ł„ŲŖŲ²Ų§Ł… السنة بالصدق 


Artinya, ā€œTetapi waliyullah itu dapat dikenali dengan tiga tanda: mengutamakan Allah, (hatinya) berpaling dari makhluk-Nya, dan berpegang pada syariat Nabi Muhammad SAW dengan benar,ā€ (Lihat Syekh Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 133).


Adapun Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam-nya menyatakan bahwa wali Allah lebih sulit dikenali daripada Allah itu sendiri. Wali Allah selalu mengantarkan kita kepada Allah. Sedangkan kewaliannya sendiri sulit diidentifikasi.


قال رضي الله عنه سبحان من لم ŁŠŲ¬Ų¹Ł„ Ų§Ł„ŲÆŁ„ŁŠŁ„ على Ų£ŁˆŁ„ŁŠŲ§Ų¦Ł‡ ؄لا من حيث Ų§Ł„ŲÆŁ„ŁŠŁ„ Ų¹Ł„ŁŠŁ‡ ŁˆŁ„Ł… ŁŠŁˆŲµŁ„ Ų„Ł„ŁŠŁ‡Ł… ؄لا من Ų£Ų±Ų§ŲÆ أن ŁŠŁˆŲµŁ„Ł‡ Ų„Ł„ŁŠŁ‡


Artinya, ā€œMahasuci Allah yang tidak menjadikan tanda bagi para wali-Nya selain tanda yang menunjukkan ada-Nya. Mahasuci Allah yang tidak ā€˜mempertemukan’ kepada para wali selain orang yang dikehendaki sampai kepada-Nya.ā€


Adapun tugas kita di dunia ini memang bukan untuk melakukan sensus mana orang yang dapat disebut sebagai wali atau bukan. Tugas utama kita adalah beribadah kepada Allah dengan tetap menjaga hak-hak muslim lainnya sebagai hamba Allah, termasuk salah satunya husnuzzhan.


Banyak dari kita mengikuti atau bahkan menyebarkan rumor terkait penentuan kewalian seseorang. Sebagian dari kita bersikap ā€œlancangā€ mengukur kesalehan orang lain dengan menjatuhkan vonis kewalian dan ketidakwalian orang lain. Ini jelas bukan tugas utama kita.


Tugas utama kita adalah ibadah kepada Allah (hablun minallāh) dan menjaga hak-hak muslim lainnya dan hak-hak dzimmi (hablun minan nās). Siapapun dia, kita memiliki kewajiban untuk menghormatinya. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)