Tafsir Surat Ali Imran Ayat 38: Perintah Berdoa Minta Anak Saleh
Senin, 20 Mei 2024 | 08:00 WIB
Muhammad Aiz Luthfi
Penulis
Anak adalah anugerah tak terhingga yang diberikan Allah kepada manusia. Bagi umat Islam dianjurkan untuk berdoa kepada Allah memohon agar diberikan anak saleh. Dengan memiliki anak saleh akan memberikan manfaat untuk kehidupan di dunia maupun akhirat.
Berdoa minta anak saleh sudah di contohkan oleh Nabi Zakaria. Meski usianya telah senja, Nabi Zakaria tetap berdoa memohon kepada Allah agar diberikan keturunan yang saleh. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Surat Ali Imran ayat 38, sebagaimana berikut:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗۚ قَالَ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةًۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ
Hunâlika da‘â zakariyyâ rabbah, qâla rabbi hab lî mil ladunka dzurriyyatan thayyibah, innaka samî‘ud-du‘â'
Artinya: "Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Wahai Tuhanku, karuniakanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”
Tafsir Al-Qurthubi
Imam Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami'u li Ahkamil Qur'an menjelaskan, ayat ini menjadi dalil tentang disyariatkannya berdoa memohon kepada Allah agar dianugerahi seorang anak. Para nabi dan orang-orang saleh juga melakukan hal tersebut. Allah berfirman dalam Surat Ar-Ra‘d ayat 38:
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةًۗ
Artinya: “Sungguh Kami benar-benar telah mengutus para rasul sebelum engkau (Nabi Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.”
Imam Qurthubi mengutip sejumlah hadits Nabi yang berisi anjuran untuk menikah dan mempunyai keturunan. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sa‘d bin Abi Waqqash.
Dalam hadits tersebut dijelaskan, sebelumnya Sa‘d bin Abi Waqqash berencana hendak mengikuti jejak Utsman bin Madz‘un yang pernah berkeinginan untuk membujang. Namun karena hal itu dilarang oleh Rasulullah, akhirnya Sa‘d pun membatalkan rencananya tersebut.
Dengan mempunyai anak saleh, orang tua bisa mendapatkan manfaat, baik ketika masih hidup maupun setelah wafat. Rasulullah bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya: “Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya” (HR Muslim).
Tahap berikutnya, jika doanya sudah dikabulkan Allah yaitu mempunyai anak, maka seorang Muslim berkewajiban untuk mendekatkan diri kepada Allah serta memohon agar anak dan istrinya selalu diberi petunjuk, taufik, dan terjaga dari hal-hal yang hina.
Selain itu, anak dan istri juga harus dijaga dan dididik agar bisa mendukung dan membantu dalam hal urusan agama maupun dunia. Jika sudah bisa demikian, berarti kehadiran anak sudah bisa memberi manfaat untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Menurut Imam Qurthubi, Surat Ali Imran ayat 38 ini sekaligus menjadi bantahan terhadap sebagian orang yang menganggap bahwa memohon agar diberikan keturunan merupakan perbuatan jahil. (Imam Al-Qurthubi, Al-Jami'u li Ahkamil Qur'an [Beirut: Muassasah ar-Risalah: 2006] Juz V, halaman 110-112)
Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’anil Adhim menjelaskan, Nabi Zakaria menyaksikan secara langsung bagaimana Allah memberikan rezeki kepada Maryam. Rezeki tersebut berupa buah-buahan musim dingin yang muncul di musim kemarau dan buah-buahan musim kemarau yang datang di musim dingin.
Setelah menyaksikan kekuasaan Allah pada Maryam tersebut, Nabi Zakaria kemudian mempunyai keinginan yang kuat untuk mendapatkan seorang anak meskipun ia sadar bahwa kondisinya sudah lanjut usia, tulangnya sudah rapuh, dan rambutnya sudah memutih. Pada saat yang sama, istrinya pun sudah berusia lanjut bahkan divonis mandul.
Keyakinan Nabi Zakaria pada kekuasaan Allah telah memotivasi dirinya untuk berdoa memohon kepada-Nya agar diberi keturunan, seraya memanjatkan doa:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةًۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ
Artinya: “Wahai Tuhanku, karuniakanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Adhim [Riyadh, Darut Thayyibah: 1999] Juz II, halaman 37)
Tafsir Al-Misbah
Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, doa ini dipanjatkan oleh Nabi Zakaria di sebuah mihrab tempat khalwatnya Maryam. Saat itu, Nabi Zakaria mengetahui bahwa sumber rezeki yang diperoleh Maryam berasal langsung dari Allah.
Mengingat pada kekuasaan Allah tersebut, harapan Nabi Zakaria untuk memperoleh keturunan tumbuh kembali dari lubuk hatinya yang paling dalam. Sebelumnya, harapan ini telah dipendam karena menyadari bahwa ia dan istrinya telah berusia lanjut.
Setelah menyaksikan langsung kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepada Maryam, serta menyadari bahwa Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa yang bersangkutan menduganya, ia kemudian berdoa memohon diberikan keturunan. Doa tersebut kemudian dikabulkan Allah. Beberapa waktu kemudian lahirlah Nabi Yahya.
Menurut Prof Quraish, sifat Allah As-Sami‘ biasanya beriringan dengan sifat lainnya, seperti Sami‘un ‘Alim, Sami‘un Bashîr, dan Samî‘un Qarîb. Namun pada ayat ini, As-Sami‘ berdiri sendiri tanpa diiringi dengan sifat-Nya yang lain.
Hal ini, jelas Prof Quraish, menunjukkan bahwa doa tersebut dipanjatkan tanpa dilihat dan didengar oleh orang lain, bahkan kata-kata yang terucapkan nyaris hanya didengar oleh hati pendoa itu bersama Allah. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah [Ciputat, Lentera Hati: 2005], Jilid II, Cetakan IV, halaman 84)
Tafsir At-Thabari
Imam Thabari dalam tafsirnya menjelaskan, ketika Nabi Zakaria menyaksikan Maryam mendapat kiriman rezeki dari Allah berupa buah-buahan tanpa ada seorang manusia pun yang menghantarkannya. Ia kemudian mengharapkan Allah memberikannya rezeki berupa anak saleh.
Meskipun Nabi Zakaria dan istrinya telah berusia lanjut dan menurut kebiasaan manusia memiliki keturunan di usia tersebut dianggap tidak mungkin. Namun bagi Nabi Zakaria, ketika Allah sudah berkehendak tentu tidak ada yang mustahil. Hal itu sudah dibuktikan dengan datangnya makanan kepada Maryam.
Nabi Zakaria pun kemudian shalat dan berdoa kepada Allah dalam keadaan sembunyi dan memanjatkan doa sebagaimana berikut:
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا (٤) وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّاۙ (٥) يَّرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (٦
Artinya: “Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tuhanku [4]. Sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul. Anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu [5]. (Seorang anak) yang akan mewarisi aku dan keluarga Ya‘qub serta jadikanlah dia, wahai Tuhanku, seorang yang diridai” (QS Maryam [19] :4-6)
Dalam penjelasan Imam Thabari, doa Nabi Zakaria meminta diberikan keturunan tersebar di sejumlah surat dan ayat. Selain doa di Surat Ali Imran ayat 38 dan Surat Maryam ayat 4-6, doa Nabi Zakaria juga termaktub dalam Surat Al-Anbiya ayat 89. Allah berfirman:
وَزَكَرِيَّآ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ رَبِّ لَا تَذَرْنِيْ فَرْدًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْوٰرِثِيْنَۚ
Artinya: “(Ingatlah) Zakaria ketika dia berdoa kepada Tuhannya: Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan), sedang Engkau adalah sebaik-baik waris.” (Ibnu Jarir At-Thabari, Jamî‘ul Bayân ‘an Ta’wilil Qur’an [Kairo, Darul Hadits: 2010] Jilid III, halaman 188-189)
Dari penjelasan beberapa kitab tafsir ini dapat diambil kesimpulanbahwa umat Islam, terlebih yang sudah berkeluarga dan belum mempunyai anak, sangat dianjurkan untuk berdoa memohon kepada Allah agar diberikan anak atau keturunan yang saleh. Jika hanya memohon diberi anak tanpa diiringi dengan saleh, hal itu berpotensi membawa mudarat. Tidak sedikit orang tua yang terseret kasus yang dilakukan oleh anaknya.
Bagi yang sudah menjalani rumah tangga bertahun-tahun dan sudah berdoa berkali-kali namun belum juga dikaruniai anak, hendaknya tidak pernah bosan atau pun menyerah. Ikhtiar lahir dan batin perlu terus dilakukan. Seorang Nabi Zakaria yang berpangkat nabi pun berdoa tidak hanya sekali. Doanya tersebar di sejumlah ayat dalam Al-Qur'an. Wallahu a‘lam.
Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyyah Subang, Jawa Barat
Terpopuler
1
Ustadz Maulana di PBNU: Saya Terharu dan Berasa Pulang ke Rumah
2
Khutbah Jumat: Mari Menanam Amal di Bulan Rajab
3
Kick Off Harlah Ke-102 NU Digelar di Surabaya
4
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
5
Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Berbuat Baik Kepada Sesama
6
Puluhan Alumni Ma’had Aly Lolos Seleksi CPNS 2024
Terkini
Lihat Semua