Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 11

Sab, 18 April 2020 | 05:30 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 11

“Jika orang munafik berbuat kemaksiatan” lalu dinasihati, mereka akan menjawab, “Kami berjalan di atas petunjuk, berbuat kemaslahatan.”

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ

Wa idzā qīla lahum lā tufsidū fil ardhi, qālū inna mā nahnu mushlihūn.

Artinya, “Jika dikatakan kepada mereka, ‘Jangan kalian berbuat kerusakan (mafsadat) di bumi,’ mereka menjawab, ‘Kami hanya pembuat kebaikan (maslahat).’”

Ragam Tafsir
“Jika dikatakan kepada mereka,” mereka adalah kelompok munafik. Ada ulama tafsir mengartikan “mereka” itu kelompok Yahudi. Adapun yang mengatakan adalah orang-orang yang beriman. (Al-Baghowi, Ma‘alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, [Beirut, Darul Fikr: 2002 M/1422 H], juz I, halaman 29).

Menurut Imam Al-Baidhawi  (Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz I, halaman 85), yang berkata adalah Allah, Rasulullah, atau sebagian umat Islam.

Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsirul Munir mengatakan, umat Islam menasihati orang munafik dengan berbagai jalan, mengajak mereka pada keimanan seperti keimanan mereka yang menggunakan akal sehat dan menempuh jalan pikiran jernih seperti Abdullah bin Salam dan sahabatnya.
***

“Jangan kalian berbuat kerusakan (mafsadat) di bumi” melalui kekufuran dan tindakan menghalang-halangi orang lain untuk beriman kepada Rasulullah SAW dan Al-Qur’an. ada ulama menafsirkan, “Jangan kalian berbuat kufur.” Pasalnya, kufur merupakan tindakan paling mafsadat dalam agama. (Al-Baghowi)

“Al-fasad” adalah keluar sesuatu dari garis lurus. “As-shalah” adalah lawan kata dari “al-fasad.” Kedua kata ini bersifat umum mencakup kandungan segala bentuk mudharat dan maslahat. (Al-Baidhawi).

Menurut Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya, tindakan kerusakan kelompok munafik adalah upaya mengobarkan perang dan fitnah dengan membuat tipu daya untuk umat Islam dan berkomplot dengan orang kafir serta membuka rahasia umat Islam di tengah mereka. Tindakan seperti ini membawa mafsadat di muka bumi bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.
 
Tindakan kerusakan lainnya adalah perbuatan maksiat secara terang-terangan dan tindakan penghinaan terhadap nilai-nilai agama. Pelanggaran dan keberpalingan dari ajaran agama melahirkan kekacauan dan huru-hara serta merusak tatanan dunia.

Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsirul Munir mengatakan bahwa larangan untuk tidak berbuat kerusakan adalah larangan untuk berbuat sebab-sebab yang membawa pada kerusakan dalam bentuk provokasi agar kekacauan terjadi, pembocoran rahasia orang beriman Madinah kepada orang kafir Makkah, membuat propaganda kepada orang kafir Makkah untuk menyerang orang mukmin Madinah, tindakan menghalangi orang lain untuk mengikuti Nabi Muhammad SAW, dan tindakan kufur serta upaya menghalangi orang lain dari jalan Allah.
***

“Kami hanya pembuat kebaikan (maslahat)” ini jawaban dusta kelompok munafik sebagaimana “Kami beriman.” Padahal mereka berdusta. (Al-Baghowi).
 
Menurut Al-Baidhawi, “Kami hanya pembuat kebaikan (maslahat)” adalah kalimat penolakan atas orang yang memberinasihat mereka untuk berbuat kemaslahatan. Mereka seakan berkata, “Nasihat itu tidak seharusnya ditujukan kepada kami karena kami hanya berbuat kemaslahatan dan murni dari kemafsadatan.”

Mereka mengatakan demikian karena tindakan mafsadat itu terbayang sebagai kemaslahatan di kepala mereka. Hal itu dapat terjadi karena adanya penyakit di dalam hati mereka sebagai mana gambaran Surat Fathir ayat 8.

أَفَمَن زُيِّنَ لَهُۥ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ فَرَءَاهُ حَسَنًا

Artinya, “Apakah orang yang terpedaya (oleh setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk, lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak terpedaya oleh setan)?” (Surat Fathir ayat 8). (Al-Baidhawi).

Serupa dengan Al-Baidhawi, Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an mengatakan bahwa orang-orang munafik menjawab demikian karena tindakan mafsadat itu dalam sangkaan mereka adalah kemaslahatan.
 
Artinya, tindakan mereka yang berkomplot dengan orang-orang kafir Makkah dimaksudkan untuk kemaslahatan bagi orang kafir Makkah dan orang beriman Madinah sebagaimana pendapat Ibnu Abbas dan lainnya. (Al-Qurthubi).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsirul Qur’anil Azhim mengutip sahabat Ibnu Masud dan sejumlah sahabat Rasulullah, mafsadat itu adalah kekufuran dan perbuatan maksiat. Ia juga menukil At-Thabari yang mengutip Abul Aliyah yang menafsirkan ayat ini, “Jangan kalian bermaksiat di bumi.”
 
Tindakan mafsadat orang munafik adalah kedurhakaan kepada Allah. Orang yang mendurhakai Allah atau mengajak orang lain untuk bermaksiat kepada Allah, maka sungguh ia telah berbuat kerusakan di bumi karena kemaslahatan bumi dan langit terwujud melalui ketaatan kepada Allah sebagaimana pendapat Rabi’ bin Anas dan Qatadah.

Ibnu Katsir juga mengutip Ibnu Juraij yang mengutip Mujahid, “Jika orang munafik berbuat kemaksiatan” lalu dinasihati, mereka akan menjawab, “Kami berjalan di atas petunjuk, berbuat kemaslahatan.” Waqi’, Isa bin Yunus, dan ‘Atstsam bin Ali mengutip pandangan Salman Al-Farisi terkait ayat ini, “Orang (munafik) yang dimaksud dalam ayat ini tidak akan hadir lagi kelak.”
 
Menurut Ibnu Jarir, ucapan Salman Al-Farisi RA, “Tidak akan ada lagi orang yang berbuat mafsadat melebihi tindakan kerusakan orang munafik di zaman Rasulullah,” tidak menafikan orang di zaman lain yang juga memiliki sifat kemunafikan seperti yang ada di zaman Rasulullah.

Ibnu Jarir mengatakan, orang munafik berbuat kerusakan di bumi melalui kedurhakaan mereka kepada Allah; tindakan pelanggaran yang dilarang kepada mereka; penelantaran kewajiban; keraguan mereka pada kebenaran dan keyakinan agama yang menjadi tumpuan penerimaan amal; penipuan mereka terhadap orang beriman dengan pengakuan yang tidak sesuai dengan keraguan dan kesangsian pada batin mereka; dan menolong mereka yang mengingkari Allah, kitab, dan para rasul-Nya dalam memusuhi orang-orang beriman ketika mendapatkan kesempatan.
 
Itu semua bentuk tindakan kerusakan orang munafik di bumi. Tetapi dengan berbuat kerusakan itu, mereka merasa berbuat baik di bumi. (Ibnu Katsir). Wallahu a'lam. (Alhafiz Kurniawan)