Nadirsyah Hosen
Kolomnis
Selain soal berita hoax, dampak yang luar biasa dari medsos adalah begitu mudahnya Anda mem-bully atau di-bully. Seorang anak muda atau ibu rumah tangga bisa tiba-tiba menjadi garang dan melecehkan para ulama. Ketidaksetujuan kita terhadap tokoh dan/atau pejabat pemerintahan diekspresikan lewat berbagai meme/gambar yang menghina. Kita tidak lagi fokus pada pemikiran, gagasan atau kebijakan, yang kita serang adalah kehormatan pribadi dan nama baik orang lain yang hendak kita permalukan karakternya di depan publik. Dan kita merasa puas dan tenang-tenang saja seolah kita tidak terkena dosa atas pelecehan yang kita lakukan itu.
Al-Mukarram KH A Mustofa Bisri pernah mengingatkan kita untuk sering-sering menyimak surat al-Hujurat. Mengikuti dawuh beliau, setelah kemarin membahas ayat 13 Surat al-Hujurat, maka izinkan saya kali ini membahas ayat 11—selebihnya Anda baca dan ngaji sendiri saja yah . Seperti biasa saya coba kutip dari kitab tafsir yang berbeda dalam setiap postingan saya sekalian agar pembaca diperkenalkan juga akan keragaman khazanah kitab-kitab tafsir.
(Baca: Tafsir al-Hujurat Ayat 13: Tak Kenal Maka Tak Sayang)
Ini ayat yang kita bahas:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kaum lelaki dan perempuan mengolok-olok yang lain, boleh jadi yang diolok-olok itu lebih baik dari mereka. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah kefasikan sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
Ada sejumlah riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini. Mari kita kutip sebagian dari Tafsir al-Maraghi:
وروى أنها نزلت فى صفيّة بنت حيىّ بن أخطب رضى الله عنها: أتت رسول الله صلى الله عليه وسلّم فقالت: «إن النساء يقلن لى: يا يهودية بنت يهوديين، فقال لها:
هلّا قلت: أبى هارون، وعمى موسى، وزوجى محمد»
Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ejekan yang dilakukan kelompok dari Bani Tamim terhadap para sahabat Rasul yang miskin seperti Bilal, Shuhaib, Salman al-Faris, Salim Maula Abi Huzaifah, dll. Riwayat lainnya menyebutkan bahwa ayat ini berkenaan dengan ejekan sebagian perempuan kepada Shafiyah binti Huyay bin Akhtab (salah seorang istri Nabi) yang keturunan Yahudi. Nabi kemudian berkata kepada Shafiyah: "mengapa tidak kamu katakan kepada mereka bahwa bapakku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa dan suamiku Nabi Muhammad?!"
Tafsir Ibn Asyur menceritakan kisah yang lain lagi:
Al-Wahidi meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ayat ini berkenaan dengan Tsabit bin Qais, seorang sahabat Nabi yang terganggu pendengarannya, dan karena itu beliau melangkahi sekian banyak orang di majelis Nabi untuk bisa berdekatan dan mendengar taushiyah Nabi. Tsabit ditegur oleh seseorang, tapi Tsabit balas bertanya: "siapakah ini?" Ketika orang itu menjawab, "saya fulan", maka Tsabit menyatakan bahwa orang itu anak fulanah yang terkenal memiliki aib pada masa jahiliyah. Maka malulah orang tersebut, dan turunlah ayat ini menegur Tsabit.
Jelaslah sudah dari beberapa riwayat asbabun nuzul di atas kita tidak boleh menghina atau melecehkan (mem-bully) orang lain karena kemiskinannya, karena keturunan agama tertentu seperti Yahudi, atau karena keluarganya memiliki aib/cela. Pesan Al-Qur’an luar biasa dahsyatnya: boleh jadi yang kalian olok-olok itu lebih baik dari kalian di sisi Allah.
Mem-bully dilarang bukan saja karena menimbulkan perasaan malu bagi korban karena kehormatan dirinya dijatuhkan, tapi juga terselip perasaan bahwa kita yang mem-bully ini lebih baik dari orang lain sehingga kita berhak melecehkan mereka, atau bisa jadi terselip perasaan iri hati bahwa orang lain itu lebih baik dari kita dan untuk menutupi ketidaksukaan kita akan kelebihan mereka, maka kita mem-bully mereka. Merusak kehormatan orang lain, memiliki perasaan sombong lebih baik dari orang lain atau dengki/iri hati akan kelebihan yang lain --semuanya tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Ini adalah perbuatan zalim.
Saya akhiri dengan kutipan dari Imam Syafi'i yang saya ambil dari kitab al-Mustathraf fī Kulli Fannin Mustazhraf dan kemudian saya terjemahkan secara bebas sesuai konteks medsos.
Imam Syafi'i apdet status: "jika hendak ngetwit, pikir dulu sebelum diposting ..."
"...jika nyata dari twitmu ada maslahat, ngetwit-lah..."
"...tapi kalau masih ragu, jangan ngetwit dulu hingga jelas maslahatnya."
Semoga kita semua bisa menahan diri untuk tidak mem-bully orang lain baik di kehidupan nyata maupun di dunia medsos. Semoga kita terus menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bermanfaat untuk sesama. Amin Ya Allah
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia - New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Terpopuler
1
Hasil Sidang Sengketa Pilpres 2024: Seluruh Permohonan Anies-Muhaimin Ditolak MK
2
Ini Profil Delapan Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024
3
Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?
4
Sidang Putusan MK, Berikut Petitum Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud
5
Lolos Perempat Final Piala Asia U-23, Lawan Berat Menanti Timnas Indonesia
6
Terkait Hasil Pemilu, PBNU Serukan Patuhi Putusan Mahkamah Konstitusi
Terkini
Lihat Semua