Bertawassul kepada Rasulullah saw sebagaimana doāaĀ Nabi Adam as tersebut di atas adalah sebuah bukti bahwa berdoāa dan meminta permohonan kepada Allah melalui perantara (wasilah)Ā bukanlah hal yang baru atau aneh, apalagi dianggap bidāah.<>
Wasilah adalah segala hal yang dapat mendekatkan kepada sesuatu yang lain. Bentuk jamaā dari wasilah adalah wusul atau wasaāil. Sedangkan bentuk tunggalnya adalah tausil dan tawassul. Contohnya, āSi A bertawassul dengan sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Tuhannyaā. Maka, dia mendekatkan diri kepada Tuhannya dengn sebuah wasilah. Maksudnya, dia mendekatkan diri kepada Allah melalui perantara amal baikya.
Allah swt berfirman:
āWahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nyaā¦ā¦(QS. Al-Maidh [5]:35)
Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman: āOrang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang(harus) diatkuti.(QS Al-Israā [17]:57)
Dari dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pertama, dibolehkannya bertawassulĀ kepada para Nabi dan orang-orang shaleh. Baik ketika mereka masih hidup maupun sepeninggal mereka. Kdeua, boleh juga bertawassul dengan amal baik masing-masing. Allah sendiri memerintahkan kepada kita untuk bertawassul sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat Fatimah binti Asad (ibu Ali bin Abi Thalib) wafat. RasulullahĀ Saw bersabda:
āAllah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dialah yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiyaā sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.ā (HR Thabrani).
Dalam hadits di atas, Rasulullah bertawassul kepada Allah dengan dirinya sebagai orang yang paling mulia,Ā juga bertawassul dengan nama para Nabi sebelumnya yang berhak mendapat shalawat dan salam.
Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW mengizinkan Umar bertawassul dengannya, dan menyertakan Rasulullah saw dalam segala doāanya di Mekkah ketika umrah.
āDari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam doāamu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam doāamuā. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam hadits di atas Rasulullah meminta kepada sayyidina Umar untuk menyertakan Rasulullah dalam doāanya sayyidina Umar selama di Makkah, padahal kalau Rasulullah berdoāa sendiri tentu lebih diterima, tetapi beliau masih meminta doāa kepada sayyidinda Umar.
Rujukan lain untuk tawassul jenis ini seperti dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini:
āDari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdoāa sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujanā. (HR Bukhari)
Bertawassul kepada orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan doāa diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah, seperti disebutkan berikut ini:
āTiadaĀ yang bisaĀ mencegah kalau Allah mau memberi, dan tidak ada yang bisa memberi kalau Allah mencegahnya.ā
āKatakanlah Dia Allah yang Maha Esa dan Allah tempat meminta.ā
Sesungguhnya bertawassul dengan berdoāa dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Bertawassul bukan berarti meminta kepada orangĀ yang dijadikan wasilah, melainkanĀ memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima doāa para pemohonnya.
Jadi, tidak ada unsurĀ syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah Swt, seperti para Nabi, Para Rasul, para sholihin pada hakekatnyaĀ tidak bertawassul degan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang sholeh.
Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orangorang yang ahli maksiat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah Swt, dan kita juga tidak bertawassul dengan pohon, baru, guung, kuburan kramat dsb.
Oleh karena itu wajar saja jika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah, dalam risalahnya merasa perlu bertabayyun atau klarifikasi atas tuduhan beberapa orang yang ngatakan bahwa ia mengharamkan tawassul. Ia menuliskan āSesungguhnya Sulaiman bin Suhaim telah berdusta terhadapku tentang banyak hal yang tidak pernah aku katakan, bahkan tidak pernah terlintas dibenakku. Di antaranya aku dianggap mengkafirkan orang-orang yang bertawassul melalui orang shaleh, aku juga dituduh mengkafirkan al-Bushiri karena mengatakan āwahai makhluk yang paling muliaā, aku juga difitnah membakar kitab dalailul khairat. semua itu hanya bisa aku jawab Maha Suci Engkau Ya Allah semua ini adalah dusta Besar.āĀ Ā Ā
Malahan dalam al-Fatwa al-Kubra, Syaikh Abdul Wahab menjawab ketika ditanya tentang tawassul, beliau dengan tegas menjawab ā Tidak mengapa bertawassul dengan orang-orang Shaleh ... asalkan mereka yang berdoa dengan jelas memohon seperti āaku memohon kepada-Mu dengan Nabi-Muā atau āDengan nama Rasul-Mu aku memohon agar...ā atau āaku memohon kepada-Mu ya Allah, dengan hamba-hamba-Mu yang sholeh, semoga...ā bahkan ketika mereka berdoaāa di atas kuburpun tidak ada masalahā
Wal hasil, tawassul dalam Islam dibolehkan, dan dianjurkan. Asalkan mereka yang bertawassul ini mengerti dan faham arti, serta cara-cara bertawassul. Dan sadar benar bahwa Yang Maha Kuasa hanyalah Allah swt.
BertawassullahĀ dengan wasilah yang disenangi Allah, atau berdoāa dengan menyebut sesuatu yang disenangi Allah, tentu Allah akan menyenangi kita, dan meridloinya. Maka apa yang disenangi Allah, seyogyanya disebut dalam doāa. Dan tidak ada yang lebih disayangi di jagad raya ini kecuali Rasulullah saw. karena itu dalam setiap doa selalu ada sholawat dan salam kepadanya.
(Ngabdurrahman al-Jawi)
Ā
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
6
Khutbah Jumat: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong
Terkini
Lihat Semua