Pembaca yang budiman, sebagaimana kita ketahui, menutup aurat merupakan syarat sah shalat. Terbukanya aurat saat shalat akan membuat shalat kita menjadi batal.
Namun demikian, dalam kondisi tertentu, syariat Islam memberikan toleransi terbukanya aurat. Kondisi tersebut bisa disimak pada penjelasan Syekh Abu Bakar bin Muhammad Taqiyuddin dalam kitab Kifayah al-Akhyâr (Damaskus: Dar al-Khair), hal. 36:
ŁŲ£Ł
Ų§ Ų§ŁŁŲ“Ų§Ł Ų§ŁŲ¹ŁŲ±Ų© ŁŲ„Ł ŁŲ“ŁŁŲ§ Ų¹Ł
ŲÆŲ§ ŲØŲ·ŁŲŖ ŲµŁŲ§ŲŖŁ ŁŲ„Ł Ų£Ų¹Ų§ŲÆŁŲ§ ŁŁ Ų§ŁŲا٠⦠ŁŲ„Ł ŁŲ“ŁŁŲ§ Ų§ŁŲ±ŁŲ ŁŲ§Ų³ŲŖŲŖŲ± ŁŁ Ų§ŁŲŲ§Ł ŁŁŲ§ ŲŖŲØŲ·Ł ŁŁŲ°Ų§ ŁŁ Ų§ŁŲŁ Ų§ŁŲ„Ų²Ų§Ų± أ٠تŁŲ© Ų§ŁŁŲØŲ§Ų³ ŁŲ£Ų¹Ų§ŲÆŁ ع٠ŁŲ±ŲØ ŁŁŲ§ ŲŖŲØŲ·Ł
āTerbukanya aurat, apabila dibuka secara sengaja, maka membatalkan shalat, meskipun langsung ditutup kembali; apabila terbuka oleh angin, kemudian langsung ditutupi seketika, maka tidak batal. Demikian juga apabila sarung atau baju terbelit dan menyingkap kemudian segera ditutup kembali, maka tidak batal.ā
Inti penjelasan di atas adalah bahwa ketika terbukanya aurat terjadi secara tidak sengaja atau karena tiupan angin dan segera ditutupi lagi, maka shalat tidak menjadi batal. Tentu saja, untuk menutupi aurat yang tidak sengaja terbuka ini jangan sampai membuat gerakan yang dapat membatalkan shalat, yakni tiga kali secara terus-menerus menurut madzhab Syafi'iyyah.
Meski demikian, apabila yang terbuka adalah anggota vital tubuh kita, yakni qubul atau dubur, yang dibahasakan sebagai aurat mughalladlah, maka menurut madzhab Malikiyyah, baik sengaja ataupun tidak, tetap membatalkan. Sebagaimana dipaparkan oleh Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam Al-Fiqh āalĆ¢ MadzĆ¢hib al-Arbaāah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), juz I, hal. 196:
ŁŁŲ§ ŲØŲÆ Ł
Ł ŲÆŁŲ§Ł
Ų³ŲŖŲ± Ų§ŁŲ¹ŁŲ±Ų© ā¦Ų§ŁŁ
Ų§ŁŁŁŲ© ŁŲ§ŁŁŲ§ : Ų„Ł Ų§ŁŁŲ“Ų§Ł Ų§ŁŲ¹ŁŲ±Ų© Ų§ŁŁ
ŲŗŁŲøŲ© ŁŁ Ų§ŁŲµŁŲ§Ų© Ł
ŲØŲ·Ł ŁŁŲ§ Ł
Ų·ŁŁŲ§Ā
āHarus melanggengkan menutup aurat⦠Madzhab Malikiyyah berpendapat: āApabila yang terbuka adalah aurat mughalladloh maka batal secara mutlakā.ā
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu aālam bi shawab.
(Muhammad Ibnu Sahroji)