Lafal Niat Puasa Tasu‘a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharam)
NU Online · Kamis, 28 September 2017 | 13:26 WIB
Niat merupakan salah satu rukun puasa dan ibadah lain pada umumnya. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa segala sesuatu itu bergantung pada niat. Saat niat di dalam hati seseorang menyatakan maksudnya, dalam hal ini berpuasa (qashad).
Di samping qashad, seseorang juga menyebutkan hukum wajib atau sunah perihal ibadah yang akan dilakukan. Hal ini disebut ta’arrudh. Sedangkan hal lain yang mesti diingat saat niat adalah penyebutan nama ibadahnya (ta’yin).
Dalam konteks puasa sunah Tasu‘a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), ulama berbeda pendapat perihal ta‘yin. Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat ‘puasa sunah Asyura’ saat niat di dalam batinnya. Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa tidak wajib ta’yin. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut.
Artinya, “Perkataan ‘Tetapi mencari…’ merupakan ungkapan yang digunakan di Mughni, Nihayah, dan Asna. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di Al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Semestinya disyaratkan ta’yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa ‘Arafah, puasa Asyura, puasa bidh (13,14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawwal seperti ta’yin dalam shalat rawatib’. Jawabnya, puasa pada hari-hari tersebut sudah diatur berdasarkan waktunya.
Tetapi kalau seseorang berniat puasa lain di waktu-waktu tersebut, maka ia telah mendapat keutamaan sunah puasa rawatib tersebut. Hal ini serupa dengan sembahyang tahiyyatul masjid. Karena tujuan dari perintah puasa rawatib itu adalah pelaksanaan puasanya itu sendiri terlepas apapun niat puasanya. Guru kami menambahkan, di sinilah bedanya puasa rawatib dan sembahyang rawatib,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj)
Untuk memantapkan hati, ulama menganjurkan seseorang untuk melafalkan niatnya. Berikut ini contoh lafal niat puasa Tasu‘a.
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah SWT.”
Sedangkan contoh lafal niat puasa sunah Asyura sebagai berikut.
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah SWT.”
Orang yang mendadak di pagi hari ingin mengamalkan sunah puasa Tasu’a atau Asyura diperbolehkan berniat sejak ia berkehendak puasa sunah. Karena kewajiban niat di malam hari hanya berlaku untuk puasa wajib (menurut madzhab Syafi’i). Untuk puasa sunah, niat boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.
Ia juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Tasu’a atau Asyura di siang hari. Berikut ini lafalnya.
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â awil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu’a atau Asyura hari ini karena Allah SWT.” Wallahu a’lam. (Alhafiz K)
Terpopuler
1
Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda
2
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025 M
3
Hilal Terlihat, PBNU Ikhbarkan Idul Adha 1446 H Jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025
4
Gus Baha Ungkap Baca Lafadz Allah saat Takbiratul Ihram yang Bisa Jadikan Shalat Tak Sah
5
Pengrajin Asal Cianjur Sulap Tenda Mina Jadi Pondok Teduh dan Hijau
6
Niat Puasa Dzulhijjah, Raih Keutamaannya
Terkini
Lihat Semua